Due diligence training atau pelatihan uji tuntas merupakan pelatihan yang diperuntukkan kepada Destination Management Company (DMC) dan Asosiasi yang menjadi anggota konsorsium untuk penghapusan pekerja anak di sektor pariwisata bersama ANVR. Pelaksanaan dari pelatihan ini adalah sebagai bentuk refleksi dari pelaksanaan uji tuntas yang dilakukan oleh operator tur Belanda, sosialisasi dan pengembangan perangkat uji tuntas untuk masing-masing perusahaan. Adapun tujuannya secara spesifik antara lain:
- Membekali DMC dengan pengetahuan yang diperlukan untuk melaksanakan praktik uji tuntas,
- Memperkuat praktik tanggung jawab sosial, meningkatkan manajemen operasi bisnis, dan menumbuhkan pemahaman yang lebih mendalam mengenai dampak pekerja anak,
- Mendorong penghapusan pekerja anak di sektor pariwisata, dan
- Memberdayakan pemandu wisata untuk mengidentifikasi dan mencegah pekerja anak dalam operasi bisnis.
Dengan demikian, harapannya setelah pelatihan ini dapat tercipta sektor pariwisata yang lebih bertanggung jawab di Bali, sehingga pada akhirnya berkontribusi pada penghapusan pekerja anak di wilayah tersebut. Kegiatan pelatihan tersebut dilaksanakan selama dua hari, yaitu pada tanggal 21-22
Oktober 2024 di Aston Hotel, Denpasar dan dihadiri oleh 19 peserta dari target 20 peserta yang terdiri dari DMC (Discova, Marintur, Khiri Travel dan Happy Trails), serta Asosiasi (Indonesia Hotel General Manager Association, Gabungan Pengusaha Wisata Bahari Indonesia, dan Association of the Indonesian Tours and Travel Agencies). Semua peserta yang hadir dalam full-day meeting tersebut berada di berbagai level jabatan dalam bidang management. Kegiatan Due Diligence Training ini dihadiri oleh perwakilan Dinas Pariwisata Provinsi Bali yang menyampaikan dukungan dan dorongan kepada para pelaku pariwisata untuk bisa berkontribusi dan bekerja bersama dalam menciptakan ekosistem pariwisata di Bali yang maju dan
juga aman untuk anak-anak.
Adapun materi yang dibahas dalam kegiatan tersebut antara lain yaitu pemahaman mengenai konteks pekerja anak itu sendiri baik dengan menggunakan standar internasional maupun aturan hukum nasional. Dengan adanya materi ini diharapkan peserta dapat memahami dan merefleksikan praktik-praktik pekerja anak yang mungkin selama ini ada dalam industri mereka atau bersinggungan dalam rangkaian rantai pasok perusahaan, sehingga identifikasi pekerja anak dapat dilakukan. Peserta juga dibekali dengan pemahaman manajemen due diligence secara menyeluruh, mulai dari integrasi kebijakan dan praktik dalam menjalankan bisnis, komunikasi, mitigasi risiko, pembangunan kapasitas, pengaduan, hingga monitoring
dan evaluasi. Dimana metode yang digunakan antara lain presentasi oleh pelatih dari ECPAT dan AMC, rangkaian diskusi kelompok, simulasi.
Peserta juga mendapatkan paparan materi dan dialog dengan ketua IHGMA terkait praktik baik yang sudah dilakukan, serta bagaimana menghadapi tantangan dalam praktik sehari-hari karena hal ini masih belum terlalu umum dan dianggap sebagai hal yang berdampak besar baik bagi bisnis maupun bagi komunitas masyarakat lokal, teruma anak-anak. Dengan adanya paparan dan dialog dari IHGMA ini peserta bisa mendapatkan gambaran bahwa upaya perlindungan anak dan bisnis dapat berjalan dengan selaras, karena pada dasarnya semua orang memiliki peran untuk
bersama melindungi anak-anak Indonesia dari segala bentuk eksploitasi. Ketika hal ini dilakukan, pada akhirnya perusahaan akan mendapat manfaat baik dari sisi brand image maupun tanggung jawab sosial perusahaan, serta orang-orang yang ada di dalamnya.
Pada sesi evaluasi, sebagian besar peserta memberikan tanggapan positif (“sangat baik” atau “baik”) mengenai pelatihan ini. Peserta mengapresiasi materi materi yang telah disampaikan oleh para trainer sebagai materi yang “interaktif dan menyenangkan”. Peserta juga menikmati kegiatan kelompok dan simulasi. Beberapa peserta menyarankan bahwa dalam sesi kelompok akan lebih baik lagi jika dilakukan dengan menggabungkan orang-orang dari perusahaan yang berbeda selama diskusi kelompok, daripada hanya sekedar mengelompokkannya berdasarkan perusahaan. Dengan cara ini, mereka yakin dapat lebih terlibat dan membangun hal-hal baru serta koneksi antara perusahaan. Mereka juga mencatat bahwa peserta dari DMC terlalu sedikit dan akan lebih baik jika lebih banyak peserta bisa terlibat. Secara keseluruhan, peserta merasa durasi pelatihan sudah cukup baik, ada pula yang menyarankan untuk diperpanjang, khususnya terkait topik-topik tertentu, seperti “pembuatan kebijakan,” yang membutuhkan lebih banyak waktu pembahasan.
Selanjutnya, sebagai upaya tindak lanjut, pasca pelatihan, peserta akan mengerjakan project based learning dan bisa melakukan coaching atau konsultasi dalam pembentukan dan penerapan due diligence ini di perusahaan masing-masing. Semua peserta dalam pelatihan ini telah bergabung dalam grup WhatsApp sebagai platform utama untuk sarana komunikasi dan diskusi dalam upaya penghapusan pekerja anak di Bali dan Indonesia.