Jakarta, 13 Mei 2024 – ECPAT Indonesia bekerja sama dengan Badan Diklat Kejaksaan Republik Indonesia dan British Embassy Jakarta menyelenggarakan pelatihan bertema “Pelatihan Tindak Pidana Mempekerjakan Anak dan Eksploitasi di Indonesia” di Jakarta. Kegiatan akan dilaksanakan mulai tanggal 13 Mei hingga 15 Mei 2024. Pelatihan ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman dan kapasitas para jaksa yang dalam menangani kasus-kasus eksploitasi anak dan mempekerjakan anak. Pelatihan ini merupakan langkah tindak lanjut dari kerjasama yang sebelumnya sudah terjalin sejak tahun 2018. Jaksa yang diundang merupakan jaksa yang berasal dari 10 wilayah di Indonesia yang disinyalir menjadi lahan basah untuk tindak pidana mempekerjakan anak dan eksploitasi, yaitu Jawa Barat, Jawa Timur, Kepulauan Riau, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Utara, Kalimantan Timur, Nusa Tenggara Timur, dan Nusa Tenggara Barat.
Pelatihan dibuka secara langsung oleh Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan Teknis dan Fungsional Dr. Heri Jerman, SH.MH. yang mengatakan, pada era globalisasi bentuk tindak pidana yang mengancam anak semakin beragam baik secara langsung maupun melalui media elektronik yang bertujuan untuk mengkomersilkan tenaga kerja anak.
“Bentuk tindak pidana anak seperti mengeksploitasi, mempekerjakan anak untuk mencari dan menambah keuntungan bagi yang mempekerjakannya salah satu tujuannya adalah untuk menunjang ekonomi,” ujarnya.
Kegiatan ini juga dihadiri oleh Sam Perkins, Sekretaris Pertama Urusan Politik dan Pendidikan di Kedutaan Besar Inggris di Jakarta. Sam mengungkapkan bahwa upaya untuk mencegah modern slavery atau perbudakan modern adalah salah satu isu prioritas Pemerintah Inggris Raya. Sehingga, kegiatan yang diusung oleh ECPAT Indonesia bekerja sama dengan Badan Diklat Kejaksaan RI mampu meningkatkan kemampuan para Jaksa untuk dapat melakukan tindakan penuntutan TPPO khususnya pekerja anak.
Dr. Ahmad Sofian, S.H.,M.A, Koordinator Nasional ECPAT Indonesia mengungkapkan bahwa situasi pekerja anak harus segera dihentikan karena dapat merusak masa depan anak.
Diskusi Temuan Kasus di Masing-masing Wilayah
Jaksa yang terlibat dalam pelatihan ini juga turut membagikan temuan kasus di masing-masing wilayahnya. Beberapa kasus yang mampu menarik perhatian adalah terkait isu pekerja anak yang melibatkan budaya di dalamnya. Fenomena joki cilik pada pacuan kuda di wilayah Nusa Tenggara Barat dan karapan sapi di Madura adalah salah satu yang menjadi penekanan dalam diskusi. Masyarakat lokal masih merasa bahwa pekerjaan joki cilik adalah bentuk melestarikan budaya daripada menjadikan anak sebagai pekerja.
“Joki cilik merupakan salah satu pekerjaan berbahaya karena salah satu bentuk pekerjaan terburuk bagi anak dan membahayakan keselamatan anak. Maka dari itu kita harus menekankan pentingnya advokasi dan pendekatan berbasis kesadaran untuk memperbaiki kondisi mempekerjakan anak dalam budaya tersebut” Ujar Ibu Arum Ratnawati, Kepala Penasihat Teknis Proyek Promote International Labour Organisation (ILO) selaku Narasumber dalam pelatihan.
Selain itu, pekerja anak di sektor tembakau dan pertanian juga dianggap masih menjadi hal yang biasa di masyarakat. Hal ini, tentunya dapat membahayakan anak karena termasuk dalam Hazardous Works (pekerjaan yang karena sifatnya atau lingkungan dimana pekerjaan tersebut dilaksanakan, akan membahayakan kesehatan, keselamatan dan moral anak dan jenis-jenis pekerjaan yang membahayakan) dimana aturan ini tertuang dalam Konvensi ILO No. 182 tentang Penghapusan dengan Segala Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak (BPTA) Tahun 1999.
Diskusi ini juga turut menghadirkan Trisna-Perwakilan KOMPAK Jakarta selaku organisasi anak dan orang muda yang bergerak pada isu Eksploitasi Seksual Anak dan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) sebagai observer. Menurutnya, salah satu bentuk mempekerjakan anak yang paling sering terjadi di sekitarnya adalah mempekerjakan anak dibalut dengan istilah ‘magang’ yang kini sudah menjadi kewajiban bagi sebagai siswa/i di SMK dan mahasiswa/i di setiap universitas.
“Banyak sekali anak-anak dan orang muda seumur saya merasakan magang yang tidak wajar. Diberikan tugas sangat banyak hingga harus dibawa pulang ke rumah, bahkan terkadang pekerjaan kami lebih banyak daripada pegawainya sendiri. Ditambah kami tidak mendapatkan bayaran dan hanya diberikan pengalaman” lanjut Trisna dalam menceritakan pengalamannya.
Kolaborasi Bersama Antar Multipihak
Dalam rangka menghapuskan pekerja anak di Indonesia, Bapak Bagus Kuncoro dari Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) menekankan pentingnya kolaborasi antara berbagai lembaga, termasuk Kejaksaan dan Kepolisian, dalam menangani kasus mempekerjakan anak. Lewat pelatihan ini, harapannya dapat terjalin komitmen bersama untuk terus meningkatkan koordinasi dan sinergi antara berbagai pihak terkait dalam menangani isu mempekerjakan anak dan eksploitasi di Indonesia.
Beberapa hal penting yang perlu menjadi perhatian bersama selanjutnya:
-
Pemerintah nasional, khususnya Kemenaker, perlu mengintegrasikan penanganan kasus pekerja anak dengan Kepolisian dan Kejaksaan baik ditingkat nasional maupun daerah;
-
Pemerintah Nasional, khususnya Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA), Kementerian Pendidikan, Budaya, Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek), dan Kemnaker perlu melakukan koordinasi dan kebijakan khusus dengan pemerintah daerah dalam merespon kasus pekerja anak di daerah;