Jakarta – ECPAT Indonesia pada tanggal 30 dan 31 Juli 2024 diundang oleh PPATK untuk terlibat dalam Focus Group Disscussion Penyusunan Red Flag Indicator Transaksi Keuangan Mencurigakan (TKM) terkait Child Sexual Exploitation di hotel Mercure, Sabang Jakarta. Dalam kegiatan FGD ini PPATK mengundang para pemangku kepentingan yang terkait dengan penyalahgunaan penyedia jasa keuangan untuk kejahatan eksploitasi seksual anak.
FGD ini bertujuan untuk melakukan penyusunan Red Flag Indicator untuk transaksi keuangan yang mencurigakan terkait kejahatan eksploitasi seksual anak di Indonesia. Dalam pertemuaan ini PPATK mempresentasikan hasil temuan-temuannya terkait dengan penyalahgunaan jasa keuangan untuk kejahatan eksploitasi seksual anak, seperti pembayaran untuk pembelian konten pornografi anak yang memakai jasa e – wallet lalu dari akun e wallet ini pelaku diketahui mentransfer uang hasil penjualan konten-konten pornografi anak ke rekening pribadi pelakunya. Selain temuan pembayaran menggunakan e – wallet PPATK juga menemukan pembayaran menggunakan Bitcoin untuk pembelian konten-konten pornografi anak di Indonesia.
PPATK menjelaskan bagaimana pendekatan yang mereka lakukan untuk mendeteksi transaksi mencurigakan tersebut, ada 3 pendekatan yang dilakukan PPATK, antara lain :
1. Pendekatan dari profiling pelaku/pemilik rekening, dari sini kita bisa melihat siapa pelaku yang melakukan penyalahgunaan PJK
2. Pendekatan Remark, dari pendekatan ini juga bisa mendeteksi pembayaran-pembayaran konten eksploitasi seksual anak, namun kelemahannya dari pendekatan ini adalah apakah para pelaku pembeli konten eksploitasi seksual anak mau jujur atas transaksi yang mereka lakukan
3. Pendekatan lokasi, dari pendekatan ini kita bisa memetakan wilayah-wilayah mana saja yang memilik kerentanan terhadap penyalahgunaan PJK untuk membeli konten-konten eksploitasi seksual anak.
Selain dari PPATK ada juga perwakilan dari e – wallet yang menyampaikan hasil temuan transaksi mencurigakan terkait dengan kejahatan eksploitasi seksual anak, OVO yang menjadi perwakilan dari e – wallet menjelaskan terkait Teknik yang mereka pakai dalam mengidentifikasi transaksi tersebut, OVO menyebar tim mereka untuk masuk kedalam darkweb untuk melihat transaksi mecurigakan yang menggunakan platform mereka sebagai sarana transaksi keuangannya, dan mereka menemukan bahwa banyak akun-akun mereka yang diperjualbelikan untuk disalahgunakan sebagai alat transaksi menampung hasil kejahatan, termasuk kejahatan eksploitasi seksual anak. Mereka akan melaporkan bila menemukan transaksi mencurigakan ke PPATK untuk ditelusuri lebih lanjut dan dibekukkan atau diblokir akun OVO nya.
Dari perwakilan bank yang diwakili oleh Bank Danamon menjelaskan bahwa mereka pernah menemukan 25 kasus transaksi mencurigakan terkait kejahatan perdagangan orang, pelakunya menggunakan rekening Bank Danamon untuk menampung uang hasil kejahatan perdagangan orang, dan setelah ditelusuri ditemukan wilayah dimana kasus ini banyak terjadi yaitu di wilayah Jawa Barat. Sedangkan dari Ditipsiber Mabes Polri menpresentasikan hasil pengungkapan kasus prostitusi online yang ada beberapa anak yang menjadi korbannya melalui aplikasi telegram, kepolisian menjadi ada 2 rekening Bank yang dijadikan sebagai sarana pemanmpungan uang hasil prostitusi online ini.
Untuk ECPAT Indonesia sendiri menjelaskan terkait situasi eksploitasi seksual anak yang ditemukan lewat penelitian di wilayah Jakarta Timur, dari hasil temuan tersebut ada beberapa penyedia jasa keuangan yang digunakan oleh anak-anak korban untuk menampung uang hasil menjual konten-konten eksploitasi seksual yang mereka jual.
Pada akhir sesi para peserta FGD dimintai pendapatnya mengenai draft Red Flag Indicator yang sedang disusun oleh PPATK untuk mengetahui transaksi keuangan mencurigakan yang berkaitan dengan eksploitasi seksual anak, acara ini adalah rangkaian awal untuk pembahasan penyusunan Red Flag Indicator Transaksi Keuangan Mencurigakan terkait Eksploitasi Seksual Anak, dan PPATK akan Kembali membuat kegiatan yang sama, sampai akhir November untuk menyelesaikan Panduan Red Flag Indicator tersebut yang nanti hasilnya akan di Launching di tahun 2025.
Penulis:
Rio Hendra
Kordinator Advokasi dan Layanan Hukum.