Nusa Dua, Bali
Undang Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak belum mampu melindungi anak-anak korban eksploitasi seksual dan perdagangan anak. ECPAT Indonesia (End Child prostitution Child Pornography & Trafficking of Children for Sexual Purposes) mendesak pemerintah Indonesia dan DPR segera merevisi undang-undang tersebut agar lebih memerhatikan perlindungan hukum atas anak-anak korban eksploitasi seksual dan perdagangan anak.
Koordinator ECPAT Indonesia Ahmad Sofian menyatakan, UU Perlindungan Anak belum menjamin pemberian ganti rugi bagi anak-anak korban eksploitasi seksual. Akibatnya, korban harus merasakan sendiri penderitaan tanpa ada upaya pemulihan dan tanggung jawab dari pelaku bahkan negara.
“Hukum pidana kita, khususnya UU Perlindungan Anak belum berpihak kepada anak-anak korban kejahatan eksploitasi seksual. Tidak ada ada satupun pasal dalam UU Perlindungan Anak yang menjamin upaya pemberian ganti rugi berupa uang bagi para korban. Anak-anak korban eksploitasi seksual dibiarkan begitu saja membiayai dirinya sendiri memulihkan kondisi fisik, mental serta kerugian lain yang mereka alami selama menjadi korban tindak pidana eksploitasi seksual anak.” tegas Ahmad Sofian.
Dijelaskan Sofian, pemberian ganti rugi bagi anak korban eksploitasi seksual sangat penting dan mendesak. Bentuknya, melalui restitusi dan kompensasi. Restitusi berarti adanya kewajiban dari para pelaku tindak pidana seksual membayar ganti rugi uang kepada korban, keluarga dan ahli warisnya. Sementara kompensasi mengatur tanggungjawab negara membayar ganti rugi kepada korban. “Di Philipina dan Thailand, restitusi dan kompensasi ini sudah berjalan. Para korban dapat memulihkan kondisi kesehatannya dan menata masa depannya yang lebih baik. Pelaku, diminta tanggung jawab membayar biaya pemulihan. Jika tidak sanggup bayar, pengadilan akan menyita harta yang dimilikinya. Dan negara berperan aktif meminta pertanggungjawaban pelaku.” jelas Sofian.
Terkait isu ini, ECPAT Indonesia bekerjasama dengan kedutaan Besar Prancis Indonesia menggelar Konferensi Regional “Perlindungan Hukum bagi Anak Korban Eksploitasi Seksual di Asia Tenggara” di Hotel Mercure, Nusa Dua, Bali pada 23-24 Oktober ini. Forum yang dihadiri 90 peserta dari negara-negara di Asia Tenggara dan lainnya itu membahas mekanisme pemberian restitusi dan kompensasi kepada anak-anak korban eksploitasi seksual. Konferensi juga dibarengi dengan pameran foto anak korban eksploitasi seksual***