Denpasar, Bali – Konferensi ASEAN bertajuk “Pencegahan dan Respon terhadap Penyalahgunaan Penyedia Jasa Keuangan dalam Eksploitasi Seksual Anak” berhasil menarik lebih dari 200 peserta dari berbagai kelompok pemangku kepentingan. Peserta terdiri atas perwakilan pemerintah, aparat penegak hukum, Unit Intelijen Keuangan (FIU), penyedia layanan keuangan, LSM nasional dan internasional, badan PBB, serta akademisi dari seluruh wilayah ASEAN, Australia, Nepal, dan Amerika Serikat. Acara ini, yang diselenggarakan pada 7-8 Agustus 2024 di Aston Denpasar Hotel & Convention Center, diorganisir oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Indonesia, Pemerintah Kota Denpasar, ECPAT Indonesia, dan Asosiasi Dosen Hukum Pidana dan Kriminologi (ASPERHUPIKI).
Sebagai konferensi pertama di ASEAN yang secara mendalam membahas situasi penyalahgunaan penyedia layanan keuangan dalam kejahatan eksploitasi seksual anak, konferensi ini mengangkat empat topik utama:
-
Penyalahgunaan penyedia layanan keuangan dalam kejahatan eksploitasi seksual anak di tingkat internasional dan ASEAN.
-
Praktik baik untuk mendeteksi dan melaporkan transaksi yang terkait dengan kejahatan eksploitasi seksual anak, yang melibatkan penyedia layanan keuangan.
-
Strategi dan potensi kolaborasi dengan penyedia layanan keuangan untuk memerangi eksploitasi seksual anak.
-
Eksploitasi seksual anak dan penyalahgunaan dari pendekatan multi-perspektif.
Salah satu isu penting yang dibahas adalah tantangan perkembangan teknologi finansial (fintech) dalam melindungi anak dari risiko eksploitasi seksual. Meski fintech memberikan kemudahan dan efisiensi dalam transaksi, sektor ini belum memiliki kerangka hukum yang memadai untuk melindungi anak-anak dari bahaya eksploitasi seksual. Penyedia jasa keuangan juga belum menjadikan eksploitasi seksual anak sebagai prioritas dalam upaya melawan kejahatan pencucian uang.
Selain itu, masih terdapat tantangan dalam regulasi terkait. Hingga kini, belum ada kerangka hukum yang secara eksplisit mengatur bahwa pembayaran untuk eksploitasi seksual anak adalah sebuah kejahatan. Akses mudah anak-anak ke layanan pembayaran digital seperti dompet elektronik (e-wallet), yang tidak memiliki batasan usia atau sistem verifikasi yang ketat, turut memperburuk risiko ini. Anak-anak dapat menggunakan layanan tersebut tanpa pengawasan yang memadai, sehingga lebih rentan terhadap penyalahgunaan.
Tantangan lainnya melibatkan deteksi penyalahgunaan layanan keuangan yang seringkali dilakukan dalam jumlah kecil, penggunaan mata uang kripto yang mempersulit identifikasi pelaku, serta penggunaan fasilitas pengiriman uang yang tidak transparan. Hal ini membuat penegakan hukum semakin sulit untuk melacak dan menindak pelaku kejahatan seksual anak.
Masalah lainnya adalah rendahnya pengetahuan aparat penegak hukum tentang cara memanfaatkan intelijen keuangan dalam menyelesaikan kasus eksploitasi seksual anak. Kurangnya koordinasi antar lembaga pemerintah yang menangani layanan keuangan juga menjadi hambatan besar, mengingat banyaknya lembaga yang terlibat dalam pengawasan sektor ini.
Untuk mengatasi tantangan ini, konferensi menghasilkan sejumlah rekomendasi penting untuk memperkuat upaya global dan regional dalam mencegah penyalahgunaan penyedia jasa keuangan untuk eksploitasi seksual anak. Beberapa poin utama rekomendasi adalah:
-
Meningkatkan implementasi kerangka global dan regional yang relevan.
-
Memperkuat deteksi dan pelaporan penyalahgunaan layanan keuangan yang terkait dengan kejahatan eksploitasi seksual anak.
-
Meningkatkan kesadaran di kalangan industri dan pemangku kepentingan terkait isu ini.
-
Memperkuat kolaborasi multi-sektoral dan lintas batas untuk memerangi eksploitasi seksual anak.
-
Menempatkan anak sebagai pusat dalam desain dan implementasi kebijakan perlindungan.
Untuk informasi lebih lanjut tentang rekomendasi, dapat diakses melalui tautan berikut: [tautan].
Konferensi ini tidak akan terselenggara tanpa dukungan penuh dari Komisi ASEAN untuk Promosi dan Perlindungan Hak Perempuan dan Anak (ACWC) di bawah kepemimpinan Indonesia. Selain itu, berbagai organisasi turut mendukung, seperti Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA), Yayasan Our Rescue Indonesia Raya, Aliansi Down to Zero, ECPAT International, Terre des Hommes, Kindernothilfe, Yayasan Kasih Yang Utama, dan Yayasan Gemilang Sehat Indonesia.
Meski konferensi ini hanya berlangsung selama dua hari, diharapkan forum ini dapat memberikan dampak signifikan dalam memerangi eksploitasi seksual anak, terutama di era digital.
Penulis:
Oviani Fathul Jannah
Project Manager