Lokakarya Validasi Nasional: Memaparkan Temuan Kunci Asesmen Kebutuhan Kapasitas tentang Perlindungan Hak Anak dalam Sistem Peradilan di ASEAN sebagai Tanggapan terhadap Perdagangan Orang
Hotel Aston Imperial Bekasi, 27 Januari 2022
Kegiatan Lokakarya yang diadakan pada tanggal 27 Januari 2022 ini melihat penilaian tentang Perlindungan Hak Anak di Sistem Peradilan ASEAN dalam menanggapi Tindak Pidana Perdagangan Orang.
Lokakarya ini bertujuan untuk merancang kapasitas proses tindak pidana (pada anak) yang berpusat pada anak atau Children’s right centered, yang diharapkan akan berdampak kepada implementasi dan regulasi juga kapasitas pemangku kepentingan. Hal ini juga berhubungan dengan fakta bahwa Indonesia sebagai wilayah sumber asal dengan tujuan perdagangan orang. Hal ini diketahui dari data POLRI sepanjang tahun 2015-2019 dimana terdapat 554 laporan kasus perdagangan orang dengan total korban sejumlah 2648, dengan 272 anak perempuan dan 11 anak laki-laki teridentifikasi sebagai korban. Jumlah kasus ini belum ditambah lagi dengan jumlah kasus 244 kasus perdagangan anak pada tahun 2019 dan 149 kasus pada tahun 2020, dengan detail 149 korban anak perempuan dan 21 korban merupakan anak laki-laki (data LPSK). Dari jumlah ini, diketahui 3% diantaranya merupakan korban transplantasi organ.
Berangkat dari temuan ini kemudian melalui lokakarya ini mencoba memvalidasi kebutuhan kapasitas untuk perlindungan hak anak di system peradilan dalam menanggapi tindak pidana orang. Beberapa poin yang menjadi catatan dalam kegiatan ini salah satunya adalah keberadaan gugus tugas Tindak Pidana Perdagangan Orang (GT-TPPO), juga pada kebutuhan apa yang diperlukan untuk system peradilan pidana pada kasus perdagangan orang yang berorientasi pada anak.
Adapun, beberapa kebutuhan kapasitas yang dikedepankan dalam kegiatan lokakarya ini adalah kapasitas dalam mengidentifikasi korban anak, kebutuhan kapasitas dalam menginvestigasi, kebutuhan dalam kapasitas penuntutan, pengadilan, rujukan dan dukungan diidentifikasi.
Dari poin-poin diatas, kendala yang ditemui selama penelitian terkait pelaksanaan dalam memenuhi kebutuhan kapasitas dalam penanganan kasus TPPO adalah bagaimana pengoptimalan gugus tugas tindak pidana perdagangan orang sehingga GT-TPPO. Selain itu juga bagaimana keterlibatan organisasi LSM dapat lebih mengefektifkan pengawasan dan kebutuhan kapasitas dalam penanganan kasus perdagangan orang.
Kendala lain adalah bagaimana upaya dalam memverifikasi usia anak, mengingat pada banyak kasus data-data yang ada bukanlah data yang sesungguhnya sehingga menyulitkan petugas dalam memverifikasi ini kemudian berujung kepada miskonsepsi usia anak. Dalam hal ini ada upaya yang bisa diajukan seperti seperti penggunaan system identifikasi seperti gigi atau system lainnya, namun inin akan bertabrakan dengan isu anggaran. Selain itu pendekatan yang ramah anak, juga bisa digunakan sebagai upaya untuk memperdalam informasi anak terutama usia anak. Setelah melewati proses peradilan, hambatan lainnya adalah bagaimana dengan kapasitas pengadilan. Pengadilan yang berorientasi pada anak memang sudah ada (SPPA) namun yang fokus terhadap isu TPPO sangat diperlukan. Keterbatasan lainnya adalah kapasitas layanan rujukan dan dukungan, kendala ditambah lagi dengan kondisi pandemic yang menyulitkan pertemuan tatap muka khusunya pada Tindakan konseling hal ini dikarenakan kurangnya kapasitas dan secara efektivitas jika dilakukan secara online.
Kendala lainnya adalah dalam kapasitas kesetaraan gender dan inklusi sosial, kendala terdapat dalam kurangnya fasilitas yang mendukung untuk anak-anak marjina/terpinggirkan, anak-anak penyandang disabilitas. Pandangan penegak hukum dalam pelaksanaan peradilan pidana dengan kategori diatas ditambah lagi, masih kurangnya unit PPA di daerah. Isu COVID menambah daftar Panjang kendala yang ditemukan dalam pelaksanaan di lapangan. Isu COVID berdampak kepada banyak aspek, system peradilan pidana yang menyulitkan persidangan dalam mengobservasi perilaku jika dibandingkan dilakukan offline. Jika anak kemudian ditempatkan di rumah aman, ini juga akan berdampak kepada isu mental anak tersebut. Ini menambah rentetan isu yang menjadi kendala dalam pelaksanaannya, jika anak memerlukan test seperti antigen anggaran apa yang dapat digunakan, atau dapat diajukan ke siapa.
Dari kendala-kendala yang disebutkan diatas yang juga sudah ditambahkan oleh peserta yang hadir pada lokakarya tersebut, beberapa rekomendasi kunci yang disebutkan adalah sebagai berikut:
Individu
- Pelatihan terhadap penugasan
- Pelatihan khusus tentang/perlindungan yang berfokus pada anak
- Coaching, Mentoring, dan Praktik langsung
Kelembagaan
- Revisi dan harmonisasi legasi
- Peningkatan kapasitas lembaga/departemen
- Strategi, prosedur, dan pedoman
- Fasilitas ramah anak
- Perekrutan personnel perempuan
- Pengumpulan, pemantauan, evaluasi, dan pelaporan data
- Lembaga perlindungan anak daerah
- Kolaborasi LSM dan penyedia layanan,
- Anggaran
- Anak yang berkonflik dengan hukum
- Tanggapan COVID-19
Antar Kelembagaan
- Peningkatan kerjasama nasional
- Peningkatan Kerjasama internasional
- Protocol rujukan
Kepemimpinan
- Pengembangan kapasitas kepemimpinan
- Ketahanan organisasi
- Kolaborasi internasional
Catatan individu terhadap kegiatan lokakarya.
- Pada dasarnya kegiatan ini sudah mengcover kendala-kendala umum yang sering menjadi kendala dalam pelaksanaan system peradilan pidana. Ada beberapa poin yang menjadi perhatian, seperti fasilitas ramah anak yang sebenarnya sudah ada, namun memang perlu di highlight bahwa fasilitas ini tidak ditemukan disemua wilayah, jadi dengan mengganti Bahasa menambah fasilitas akan lebih baik dalam pelaksanaannya. Ini juga berlaku pada penguatan dan penambahan personel perempuan karena di Kepolisian sudah memiliki bagian renakta yang menangani kasus anak dan perempuan, namun memang pada pelaksanaannya belum merata
- Pada konteks kelembagaan, salah satu isu yang sebaiknya dipertimbangkan adalah menambah definisi korban pada isu TPPO mengingat banyak kasus yang berjalan setelah korban ditemukan meninggal, maka bagaimana hak-hak yang dimiliki oleh keluarga tersebut dipahami oleh keluarga korban. Selain itu penguatan dalam mekanisme penanganan di luar negeri akan memperkuat penanganan kasus TPPO yang banyak korbannya dibawa keluar negeri.
- Selain itu yang juga perlu diperkuat adalah bagaimana korban dapat mengetahui progress berjalannya kasus atau bagaimana korban terintegrasi dengan informasi terkait proses berjalannya kasus yang dialaminya.
Implementasinya terhadap program ECPAT Indonesia
Trafficking dan eksploitasi merupakan masalah yang beririsan satu sama lain. Banyak kasus eksploitasi seksual berawal dari kasus trafficking, ECPAT Indonesia akan terus melakukan apa saja yang dapat dilakukan dalam mencegah isu eksploitasi seksual terhadap anak. Oleh karena itu, penanganan tindak pidana perdagangan orang menjadi salah satu kunci dalam menyelesaikan isu eksploitasi anak kedepannya.