Dalam rapat terbatas, Joko Widodo mengungkapkan akan menjadikan pariwisata sebagai sektor unggulan, selain pertanian dan perikanan, dalam membangun perekonomian di Indonesia. Hal tersebut juga terbukti dari pencapaian di bulan September 2018 dengan ditetapkannya Indonesia sebagai 10 besar negara yang unggul dalam sektor pariwisata di dunia, tepatnya di peringkat kesembilan oleh The World Travel and Tourism Council/WTTC[1]. Di samping itu, dari tahun ke tahun pariwisata juga memberikan sumbangsih perekonomian yang cukup signifikan. Hasil devisa di tahun 2015 tercatat sebesar US$ 12,225 miliar, di tahun 2016 meningkat sekitar 10% menjadi US$ 13,568 miliar, di tahun 2018 menyumbang US$ 20 miliar atau naik sekitar 20% dari tahun 2017 yang sekitar US$ 16,8 miliar. Besarnya pendapatan sektor pariwisata ini merupakan kontribusi dari pengusaha dengan modal besar maupun pariwisata hasil swadaya masyarakat.
Peningkatan sumbangsih perekonomian tersebut menunjukan perkembangan signifikan pada sektor pariwisata, sehingga industri pariwisata dapat memiliki pengaruh yang besar disamping pemerintah sebagai pembuat regulasi. Perkembangan ekonomi di lingkungan pariwisata perlu juga diimbangi dengan upaya yang dilakukan dalam menangani dampak yang dapat terjadi secara sosial. Terutama dalam hal melakukan upaya perlindungan anak dari situasi eksploitasi seksual. Sebab eksploitasi seksual rentan terjadi dalam praktik usaha wisata dan perjalanan, khususnya yang melibatkan anak.
Melihat kondisi tersebut, kolaborasi antar pemangku kepentingan yang antara lain adalah pemerintah, sektor swasta dan lembaga swadaya diperlukan dalam membangun sistem perlindungan anak yang menyeluruh dan berkelanjutan, khususnya di lingkungan pariwisata. Namun, hingga saat ini, peran sektor swasta, terutama usaha wisata dan perjalanan, dirasakan masih kurang dalam melakukan upaya perlindungan anak, khususnya dari situasi eksploitasi seksual di lingkungan pariwisata. Oleh karena itu, ECPAT Indonesia bersama aliansi Down to Zero Indonesia yang terdiri dari Terre des Hommes dan Plan International Indonesia dengan dukungan dari Kementerian Pariwisata, melakukan inisiatif untuk mengadakan sebuah kegiatan lokakarya penyusunan panduan untuk komunitas dalam mengadvokasi usaha wisata dan perjalanan untuk melindungi anak dari situasi eksploitasi seksual.
Dalam kegiatan ini, aliansi membuat panduan praktis untuk komunitas yang didasari oleh beberapa sumber antara lain Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata nomor PM.30/ HK.201/MKP/ 2010 tentang Pedoman Pencegahan Eksploitasi Seksual Anak di Lingkungan Pariwisata, enam prinsip The Code dan panduan pelibatan pihak swasta berjudul ‘Effective Ways to Engage The Private Sectors’ yang disusun oleh aliansi Down to Zero.
Kegiatan yang diselenggarakan di Hotel 678 Cawang selama dua hari tersebut, dihadiri dengan jumlah peserta sebanyak 26 orang dari berbagai instansi, baik pemerintah, usaha wisata dan perjalanan, organisasi dan komunitas. Keberagaman peserta memperkaya perspektif dalam penulisan modul ini. Dari pemerintah, tak hanya Kementerian Pariwisata sebagai host kegiatan yang hadir, tetapi juga Kementerian Desa. Sedangkan, dari pihak swasta, Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) beserta Indonesia Tour Leaders Association (ITLA), Hotel Bintang Fortuna Jakarta, Hotel Ayoda Jakarta, Sasak Lombok Bungalow, dan Usaha Dagang Tangkong Tanjung Bias hadir dan berpartisipasi dalam dua hari kegiatan tersebut.
Di samping itu, mayoritas peserta yang hadir dalam kegiatan ini adalah komunitas dan organisasi yang berasal dari Batam, Jakarta, Surabaya dan Lombok. Hal ini didasari bahwa komunitas merupakan aktor utama yang akan menggunakan pedoman ini sebagai alat untuk melakukan advokasi ke pihak swasta di lingkungan pariwisata. Adapun komunitas dan organisasi yang hadir adalah mitra aliansi Down to Zero yang terdiri dari Yayasan Embun Pelangi, Yayasan Perkumpulan Bandungwangi, Surabaya Children Crisis Center dan Gagas Foundation. Selain mitra aliansi Down to Zero, perwakilan dari Komunitas Pecinta Museum Indonesia juga turut serta sebagai bagian dari Kelompok Sadar Wisata yang berada di wilayah Jakarta.
Pasca kegiatan lokakarya, akan ada beberapa rangkaian kegiatan yang dimulai dari pencanangan kegiatan hingga ujicoba lanjutan. Harapannya pedoman ini dapat menjadi langkah awal terciptanya kolaborasi yang lebih holistik lagi.
Penulis: Safira Ryanatami