Program Pembentukan Pariwisata Perdesaan Ramah Anak Bebas dari Kekerasan dan Eksploitasi di mulai sejak tahun 2021 merupakan kerja sama antara Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) dengan ECPAT Indonesia, Dinas PPPA Kabupaten dan Pemerintah Desa.
Program ini, telah dijalankan di beberapa Kabupaten/Kota, yaitu Kabupaten Lombok Tengah, Berau, Manggarai Barat, Magelang, Toba dan Bogor, dengan menyasar sebanyak 14 Desa.
Ditahun 2023, program Monitoring dan Evaluasi “Pembentukan Pariwisata Perdesaan Ramah Anak Bebas dari Kekerasan dan Eksploitasi” pertama dilakukan, yaitu meliputi 5 Desa, 4 diantaranya di Kabupaten Manggarai Barat dan satu di Kabupaten Lombok Tengah.
Ditahun 2024, program Monitoring dan Evaluasi “Pembentukan Pariwisata Perdesaan Ramah Anak Bebas dari Kekerasan dan Eksploitasi” telah dilaksanakan di Kabupaten, yaitu Kabupaten Magelang, Toba dan Bogor.
Metode pengambilan data dalam pelaksanaan program Monitoring dan Evaluasi ini, dilakukan melalui wawancara, Focus Group Disscussion (FGD) atau diskusi terfokus dan juga melalui observasi langsung ke lokasi wisata di masing-masing Desa.
Wawancara dilakukan dengan masing-masing Dinas terkait, yaitu Dinas PPPA, Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif dan Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa Kabupaten Magelang, Toba dan Bogor. Sedangkan FGD dilakukan dengan peserta yang terdiri dari, Kepala Desa/perwakilan Pemerintah Desa, Badan Musyawarah Desa, Tokoh masyarakat/Tokoh Adat/Tokoh agama, PKK dan perwakilan anak.
Pelaksanaan Monitoring dan Evaluasi dilakukan pada hari Kamis sampai Jumat di tanggal 13-14 Juni 2024 di Kabupaten Magelang dan dilaksanakan di Kabupaten Toba pada hari Rabu hingga Kamis di tanggal 19-20 Juni 2024 serta pada hari Kamis hingga Jumat tanggal 27-29 Juni 2024 di Kabupaten Bogor.
Secara garis besar Monitoring dan Evaluasi ini menemukan adanya kerentanan terjadinya kasus-kasus eksploitasi anak, baik itu eksploitasi ekonomi maupun seksual.
Khususnya eksploitasi ekonomi ditemukan adanya 2 anak-anak yang bekerja menjual kacang rebus dan juga menjual tissue pada saat tim Monitoring dan Evaluasi turun melakukan observasi di area lokasi wisata kuliner di Kabupaten Toba, sedangkan di Kabupaten Bogor menemukan adanya anak sebagai pengemis di jalan raya puncak Bogor pada saat terjadi kemacetan. Meskipun anak-anak tersebut disinyalir bukan berasal dari
luar wilayah Kabupaten Toba dan Bogor, keberadaan anak-anak yang dieksploitasi secara ekonomi menunjukkan adanya kerentanan daerah wisata bagi anak-anak untuk mengalami eksploitasi.
Sementara itu, berdasarkan pengamatan dari tim Monitoring dan Evaluasi ketiga daerah tersebut saat ini memang belum terjadi kasus-kasus eksploitasi seksual, misalkan eksploitasi seksual anak dalam prostitusi atau tempat hiburan malam, namun dengan tumbuh menjamurnya hiburan malam seperti Kafe di tempat-tempat pariwisata tidak memungkinkan terjadi kerentanan anak dieksploitasi secara seksual kedepannya.