Program Desa wisata yang dikembangkan oleh Kementerian Pariwisata dan Kementerian Desa sangat strategis untuk mengembangkan industri pariwisata. Selain membawa keuntungan finansial industri pariwisata juga perlu diantisipasi dengan kewaspadaan. Banyaknya wisatawan yang berkunjung ke Indonesia tidak terelakkan juga membawa budaya dan kebiasaan dari negaranya, bahkan ditemukan wisatawan menggunakan pariwisata sebagai tempat untuk melakukan aksi kejahatan termasuk melakukan eksploitasi seksual anak.
Berdasarkan hasil assessment situasi eksploitasi seksual anak di daerah tujuan wisata yang dilakukan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) dengan ECPAT Indonesia di tahun 2016-2017 di sepuluh (10) destinasi wisata yaitu Pulau Seribu (DKI Jakarta), Karang Asem (Bali), Gunung Kidul (Yogyakarta), Garut (Jawa Barat), Bukit Tinggi (Sumatera Barat), Toba Samosir dan Teluk Dalam (Sumatera Utara) menunjukkan bahwa terjadi praktek kekerasan dan eksploitasi seksual anak yang dilakukan oleh sejumlah wisatawan.
Oleh karena itu KemenPPPA, yang bekerja sama dengan ECPAT Indonesia sejak tahun 2016 telah berupaya melakukan pencegahan dan perlindungan anak dari eksploitasi seksual didaerah wisata. Melalui program Wisata Pedesaan Ramah Anak Bebas dari Kekerasan dan Eksploitasi yang dilaksanakan sejak tahun 2021, dimana selama tahun 2021-2022 telah melatih sebanyak 8 Desa untuk menjadi Desa Wisata Ramah Anak.
Ditahun 2023, program difokuskan melatih 6 desa yaitu 3 desa di kabupaten Bogor dan sebanyak 3 desa lainnya di kabupaten Toba, dimana kedua kabupaten tersebut adalah daerah pariwisata, yang saat ini memiliki desa wisata yang menjadi focus perhatian peningkatan kapasitas oleh pemerintah daerah kabupaten.
Oleh karena itu, pelatihan pertama dilakukan di Kabupaten Bogor, yang melatih 3 Desa yaitu Desa Cipayung Datar, Tugu Utara dan Desa Pandan Sari pada tanggal 11-12 September 2023 di Hotel Puri Avia Bogor. Sementara pelatihan kedua dilakukan di kabupaten Toba pada tanggal 18-19 September 2023 yang melatih 3 Desa, yaitu Desa Tarabunga, Desa Lumban Silitong, Desa Sibolahotang Sas
Masing-masing pelatihan tersebut diikuti oleh 50 orang peserta, yang terdiri dari perwakilan anak-anak, PKK, Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama, Pemerintah Desa, BPD, Babinkamtibmas, Babinsa, Pokdarwis, Karang Taruna.
Temuan menarik dari pelatihan tersebut adalah adanya dua desa yaitu Desa Wisata Tugu Utara kabupaten Bogor dan Desa Sibolahotang Sas kabupaten Toba yang sudah memiliki Pokdarwis, sementara itu 4 Desa yaitu Desa Cipayung Datar, Desa Pandan Sari, Desa Tarabunga dan Desa Lumban Silitong belum memiliki Pokdarwis.
Jika dari segi perspektif pariwisata, keenam desa tersebut telah mulai disiapkan struktur dan konsep pariwisatanya, tetapi dari perspektif perlindungan anak keenam desa tersebut belum memiliki kebijakan perlindungan anak, salah satu indikatornya adalah mereka belum memiliki Peraturan Desa, Forum Anak dan belum memiliki Perlindungan Anak Terpadu berbasis Masyarakat (PATBM).
Dalam pelatihan di kabupaten Bogor, dipantau dan didampingi langsung selama 2 hari oleh Dinas Pariwisata dan Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, yang menunjukkan adanya komitmen dan keseriusan atas program tersebut dari pemerintah kabupaten Bogor.
Dari keenam desa tersebut berkomitmen untuk mencegah kekerasan dan eksploitasi seksual anak dengan membentuk Peraturan Desa tentang Perlindungan Anak.