Pada tanggal 28 Agustus 2019, ECPAT Indonesia diundang sebagai pengisi acara sekaligus peserta oleh The Women Working Group untuk mengikuti Online Harassment and Sexual Abuse Against Women and Children. Acara ini mengundang berbagai perwakilan baik dari lembaga non-pemerintah dan media sosial serta lembaga negara yang berkaitan.
Kegiatan ini mengangkat tema kekerasan seksual di media sosial yang sering menyasar perempuan dan anak-anak. Hal ini dilatar belakangi oleh adanya perkembangan pesat dewasa ini yang tentu saja membuat Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) menjadi jauh lebih canggih dan mudah diakses serta membawa berbagai macam manfaat yang bervariasi tetapi di sisi lain memunculkan berbagai ancaman kejahatan khususnya terhadap kalangan perempuan dan anak-anak yang masih memiliki stigma lemah terhadap tawaran-tawaran licik para pelaku ataupun resiko terkena cyberbullying.
Pada sambutannya, Direktur Eksekutif The Women Working Group, Nukila Evanty menjelaskan bahwa 1 dari 3 perempuan berusia 15-64 tahun mengakui pernah mengalami kekerasan fisik dan seksual. Banyak kasus ditemukan seperti adanya ancaman langsung kekerasan seksual, komentar kasar, penggunaan gambar senonoh untuk merendahkan perempuan yang mana hal-hal ini termasuk kedalam contoh bentuk-bentuk online sexual harassment. Itulah kenapa diharapkan adanya sinergi bersama antara lembaga non-pemerintah, perusahaan start up serta pemerintah itu sendiri demi memerangi isu ini di ruang online.
Tidak hanya itu, Tunggal Pawestri sebagai perwakilan dari Women’s Right Activist juga setuju akan urgensi dari isu ini melihat dari banyaknya kasus yang ia terima melalui Twitter seperti pasangan LGBTQ+ yang kerap mendapat sexual harassment dari orang-orang. Berdasarkan data yang ditemukan, dari 15 tipe kekerasan seksual di ruang online, yang paling sering muncul adalah revenge porn—atau yang lebih baik disebut dengan nama “non-consensual image distribution” serta grooming online.
Semua bentuk usaha untuk melindungi perempuan serta anak-anak dari resiko online harassment dan sexual abuse di ranah online sejatinya harus dimaksimalkan mengingat sudah adanya peluang melalui Peraturan Mahkamah Agung No. 3/ 2017 yang berisi pedoman mengadili perkara perempuan yang berhadapan dengan hukum dan Perkap Kapolri tahun 2007 tentang bagaimana cara melayani korban perempuan dan anak di kepolisian.
Acara yang berlangsung selama satu hari yaitu pada hari Rabu, 28 Agustus 2019 ini diikuti oleh kurang lebih 50 orang peserta yang terdiri dari beberapa lembaga non-pemerintah lainnya, media, serta kalangan umum. Selain itu pembicara dalam talkshow ini mendatangkan narasumber dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA), Kepolisian Negara Republik Indonesia Unit Cyber Crime, ECPAT Indonesia, the Woman Working Group, LINE Indonesia serta Women’s Right Activist.
Penulis : Muhammad Shobar Arief
(Mahasiswa Magang dari Universitas Brawijaya)