Jakarta, 4 September 2023 - Penyedia Jasa Keuangan (PJK) di Indonesia kerap disalahgunakan oleh pelaku untuk transkasi eksploitasi seksual anak. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) berhasil melacak transaksi keuangan yang mencapai Rp 114 miliar terkait dengan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dan pornografi anak selama tahun 2022. Para pelaku kejahatan ini ternyata banyak menggunakan dompet digital atau e-wallet, sebagai tempat untuk menampung pembayaran dari pembeli konten pornografi anak. Tidak menutup kemungkinan lebih banyak transaksi yang tidak ditemukan, karena sektor keuangan di Indonesia belum melihat situasi eksploitasi seksual anak sebagai isu prioritas dalam penanganan tindak pidana asal terkait Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Dalam rangka memberantas eksploitasi seksual anak, ECPAT Indonesia melalui program Down to Zero–Stepping Up the Fight Against Sexual Exploitation of Children (SUFASEC) 2023-2025, memiliki tujuan untuk memperkuat advokasi kepada pemangku kepentingan di sektor keuangan. Sebagai bagian dari upaya tersebut, ECPAT Indonesia menggelar kegiatan "Peningkatan Kapasitas bagi Staf ECPAT Indonesia tentang Lanskap PJK dalam Pencegahan dan Penanganan Pencucian Uang termasuk yang berkaitan dengan Eksploitasi Seksual Anak di Indonesia."
Kegiatan ini diharapkan dapat meningkatkan pemahaman staf ECPAT Indonesia terkait tugas dan mandat dari lembaga pemerintah di sektor keuangan, seperti PPATK, Bank Indonesia (BI), dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Materi yang dibahas melibatkan beberapa topik krusial, seperti pemanfaatan laporan intelijen keuangan PPATK, peran PPATK dalam pencegahan perdagangan orang dan eksploitasi seksual anak, kebijakan dan implementasi Anti Pencucian Uang (APU) di era digital, perkembangan fintech di Indonesia, serta garis koordinasi dan mekanisme pengawasan PJK oleh OJK.
Dari kegiatan ini, ECPAT Indonesia mendapati bahwa penyedia jasa keuangan, khususnya fintech, belum sepenuhnya terpapar isu eksploitasi seksual anak dan kaitannya dengan peran sektor keuangan. Meski demikian, Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH) mengatakan bahwa mereka sudah memiliki beberapa kode etik untuk pelanggaran yang dilakukan oleh fintech, meski belum ada kode etik khusus terkait penyalahgunaan fintech untuk transaksi eksploitasi seksual anak.
Penting adanya Sectoral Risk Assessment (SRA) tentang Eksploitasi Seksual Anak juga disoroti dalam pelatihan ini. Dengan adanya SRA diharapkan akan meningkatkan pengetahuan dan peran penyedia jasa keuangan dan stakeholder di keuangan tentang risiko eksploitasi seksual.
Penulis:
Oviani Fathul Jannah
Project Manager