ECPAT Indonesia, Jakarta - Partisipasi aktif anak dan orang muda memiliki peran krusial dalam menentukan arah kebijakan nasional perlindungan anak, dalam pemutusan rantai permasalahan eksploitasi seksual anak (ESA) di Indonesia.
Memahami pentingnya upaya mendorong anak untuk terlibat secara penuh dalam perumusan perlindungan anak di Indonesia, Aliansi Down to Zero yang digawangi oleh ECPAT Indonesia, Terre des Hommes, dan Plan International Indonesia, pada tanggal 22 - 24 Juni 2021 lalu, mengajak sembilan organisasi anak, orang muda dan penyintas dari delapan provinsi di Indonesia untuk melakukan gebrakan--langkah besar untuk mendorong penghapusan ESA di Indonesia, melalui kegiatan Voice for Change National Consultation 2021.
Kegiatan konsultasi nasional yang dikemas dalam dialog interaktif tersebut dilakukan secara daring, mengingat kondisi pandemi yang tak kunjung usai. Sebanyak sembilan organisasi dari delapan provinsi di Indonesia, yaitu Yayasan Embun Pelangi (Batam), Pusat Kajian Perlindungan Anak (Medan), KOMPAK Jakarta (Jakarta), Bandungwangi (Jakarta), Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia (Indramayu), Yayasan Kepedulian untuk Anak--KAKAK (Solo), Surabaya Children Crisis Center (Surabaya), Lentera Anak Bali (Bali) dan GAGAS (Lombok), mewakili seluruh anak dan orang muda di Indonesia berhasil berdialog dengan pemerintah di tingkat nasional.
Proses persiapan kegiatan konsultasi nasional ini sebenarnya telah dimulai dalam waktu yang cukup lama, baik di tingkat lokal maupun nasional, dalam bentuk diskusi, kampanye sesuai dengan praktik baik (best practice) dari masing-masing organisasi, hingga rencana advokasi yang akan dilaksanakan pada tanggal 23 Juni 2021 sebagai acara puncak konsultasi nasional ini.
Pada acara puncak (23/6), anak, orang muda dan penyintas yang tergabung dalam Voice for Change, atau yang akrab disebut dengan Voicer ini secara bergantian berdialog dan menyampaikan aspirasi, keresahan serta harapannya secara terbuka dan langsung kepada stakeholder dari lima kementerian yang hadir, dan disaksikan oleh stakeholder di tingkat nasional maupun daerah, media, dan organisasi masyarakat sipil, baik di tingkat lokal, nasional maupun internasional secara daring. Pada sesi ini, dengan difasilitasi oleh moderator (Sonya Teresa Debora--reporter kawakan dari KOMPAS.COM), secara bergantian, perwakilan kementerian yang hadir yaitu Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA), Kementerian Sosial, Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif dan Kementerian PPN/Bappenas, secara bergantian memberikan tanggapan terhadap situasi yang disampaikan oleh para Voicer. Walaupun diskusi ini dilakukan secara daring dan Ibu Menteri PPPA yang awalnya telah dijadwalkan berhalangan hadir untuk memberikan tanggapan, hal ini tidak menyurutkan semangat para Voicer dalam memperjuangkan hak-hak teman-teman sebayanya di tingkat nasional. Diskusi pun tetap berlangsung dengan antusias dan berhasil menghasilkan capaian penting, yaitu dirumuskannya nota kesepakatan dan rencana tindak lanjut sebagai bentuk komitmen pemerintah dengan perwakilan anak dan orang muda di Indonesia.
Nota kesepakatan tersebut merupakan dokumen penting yang merupakan buah perjuangan 9 organisasi penggiat isu penghapusan eksploitasi seksual anak (ESA) di Indonesia. Di dalam nota kesepakatan tersebut terinci komitmen kementerian atau stakeholder yang hadir dalam konsultasi nasional ini, diantaranya :
- Kementerian PPN/Bappenas berkomitmen untuk memasukkan peraturan perlindungan anak dari eksploitasi ke dalam perumusan kebijakan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Kementerian PPN/Bappenas.
- Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif berkomitmen untuk mengimplementasikan kontrol dan pengawasan praktik kebijakan terkait anak di daerah pariwisata, serta kode etik yang telah dikonversikan pada tahun 2017--walaupun belum diratifikasi.
- Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal berkomitmen untuk memasukkan upaya penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap anak di tingkat desa. Selain itu, dana desa juga akan dialokasikan untuk menjamin keamanan dan kenyamanan perempuan serta anak melalui pendidikan formal dan informal.
- Kementerian Sosial berkomitmen untuk menyediakan TEPSA sebagai sarana pelaporan kasus, kemudian penyediaan balai anak untuk memastikan perlindungan dan rehabilitasi sosial anak, serta sentra kreasi dan potensi untuk mempromosikan kreatifitas anak dengan tetap memastikan keamanan bagi anak.
- Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak berkomitmen untuk memasukkan isu ESKA dalam program-program kementerian, mulai dari menginisiasi pendidik sebaya dan konseling, partisipasi dalam PATBM, pengoptimalan pelaporan, penguatan stakeholder melalui program desa tematik dan desa ramah perempuan dan anak, serta inisiasi program peta jalan perlindungan anak di internet sebagai bentuk perlindungan anak di ranah daring.
Setelah terbentuknya nota kesepakatan ini, diharapkan semangat penghapusan segala bentuk eksploitasi seksual terhadap anak (ESA) yang telah dilakukan tidak berhenti sampai disini, melainkan dapat diimplementasikan dengan baik dan terus didorong untuk semakin baik lagi.
Keterlibatan aktif dan semangat para Voicer pada kegiatan ini merupakan pengingat bagi orang dewasa dan pemangku kebijakan khususnya, untuk selalu melibatkan anak dan orang muda dalam menyusun kebijakan yang berkaitan dengan anak. Kebijakan perlindungan anak yang baik hanya dapat dihasilkan ketika anak dan orang muda--selaku subjek, dapat terlibat secara aktif dan langsung, dengan suasana yang setara dan aman, baik dilakukan secara formal maupun informal, sesuai prinsip-prinsip hak dan perlindungan terbaik bagi anak. Dengan demikian, anak dan orang muda di Indonesia dapat memiliki kekuatan yang setara dengan orang dewasa untuk menentang ketidakadilan atas hak-hak mereka.
Setelah melalui rangkaian kegiatan yang panjang, konsultasi nasional ini ditutup dengan diskusi rencana tindak lanjut program Voice for Change dan komitmen untuk mengawal nota kesepakatan yang telah dihasilkan. Semoga wadah dan forum dialog seperti ini dapat terus dilakukan, dan semua pihak semakin sadar pentingnya melakukan upaya untuk mendorong anak untuk menyampaikan aspirasinya, terutama untuk masalah yang melibatkan mereka sebagai subjek di dalamnya.