Pada tanggal 7 Februari 2017, ECPAT Indonesia turut hadir dalam kegiatan Seri Lokakarya tentang “Bedah Kesimpulan Pengamatan (Concluding Observation) Pelaksanaan Hak-hak Anak di Indonesia Tahun 2014 dan Tindak Lanjutnya”. Kegiatan yang diselenggarakan oleh The SMERU Research Institute/Jaringan Peduli Anak Indonesia (JPAI) dan Wahana Visi Indonesia (WVI) dilatarbelakangi oleh momentum tahun 2019 sebagai waktu Pemerintah Indonesia melaporkan lagi kepada Komite Hak-hak Anak PBB tentang Pelaksanaan Hak-Hak Anak sesuai dengan Konvensi Hak-hak anak yang telah diratifikasi.
Kegiatan ini dimulai dengan paparan dari YKAI tentang tantangan dan peluang kesimpulan pengamatan Komite Hak Anak PBB. Materi yang dibahas adalah poin-poin yang menjadi kesimpulan dari Komite Hak-hak Anak PBB, serta peluang pengawasan yang dapat dilakukan oleh LSM dalam mengawal rekomendasi dari PBB. Hamid Pattilima menyarankan agar perwakilan LSM turut berperan aktif dalam mengawal setiap kesimpulan dan rekomendasi yang disampaikan oleh Komite Hak-hak Anak PBB, sehingga saat penyusunan alternative report akan jauh lebih mudah.
Agenda kedua dipaparkan oleh UNICEF yang membahas data temuan pernikahan anak yang masih terjadi di Indonesia. Berdasarkan hasil analisis data BPS Susenas, ditemukan meskipun pernikahan anak berusia 15 tahun ke bawah serta usia 16 – 18 tahun menurun, tetapi tidak signifikan. Hal ini terjadi karena masih belum adanya dukungan undang-undang yang mencegah perkawinan usia anak.
Terkait kedua paparan tersebut, perwakilan pemerintah dari Kementerian Perlindungan Perempuan dan Pemberdayaan Anak (KPPPA) melalui Asisten Deputi Pemenuhan Hak Anak Atas Pengasuhan Keluarga dan Lingkungan, Rohika Kurniadi, berpendapat, perlunya advokasi pada pasal 6 UU perkawinan. Selain itu, keterlibatan stakeholder lain, seperti Kementerian Agama, pendidikan, dan kesehatan diperlukan, agar ketika advokasi revisi UU untuk mencegah perkawinan disahkan, dapat dengan mudah disosialisasikan ke daerah. Untuk mempercepat advokasi di ranah legislasi, Anggota Komisi VIII DPR dari Fraksi Gerindra, Ibu Rahayu Saraswati Djojohadikusumo, menjelaskan hendaknya perwakilan masyarakat segera membuat naskah akademis tentang penghentian pernikahan anak. Naskah akademis ini sangat penting bagi DPR sebagai landasan untuk melakukan amandemen terhadap UU yang dianggap bertentangan satu sama lain.
Kegiatan seri Lokakarya ini ditutup dengan bersama perwakilan LSM yang hadir, untuk merumuskan agenda aksi bersama dalam mengawal concluding observation CRC di Indonesia.
Penulis : Deden Ramadani (Koordinator Riset)