Cegah Eksploitasi Seksual Anak selama ASIAN GAMES 2018

SHARE
Share on facebook
Share on twitter
Share on linkedin
Share on whatsapp
Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on linkedin
LinkedIn
Share on whatsapp
WhatsApp

ECPAT Indonesia menyelenggarakan konferensi pers pada tanggal 16 Agustus 2018 di Jakarta, untuk membuat gerakan pencegahan kasus eksploitasi seks anak pada Asian Games 2018 serta melaunching kampanye ‘Kids Aren’t Souvenirs’. Narasumber yang terlibat dalam konferensi pers tersebut antara lain Dr. Ahmad Sofian dari ECPAT Indonesia, Agung Budi Santosa dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA), dan Putu Elvina dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Konferensi pers tersebut dihadiri sebanyak 50 wartawan dari berbagai media nasional cetak dan elektronik, diantaranya Harian Kompas, Kantor Berita Antara dan lain-lain.

Beberapa pernyataan dari narasumber yang penting dicatat antara lain, pernyataan Dr. Ahmad Sofian yang menyatakan bahwa latar belakang dari kampanye ini adalah pengalaman penyelenggaraan event olahraga di berbagai belahan dunia. Fakta-fakta menunjukkan bahwa eksploitasi seksual meningkat 30 – 40% pada saat acara pada FIFA World Cup di Jerman (2006) dan Afrika Selatan (2010) berlangsung (humantraffickingsearch.org). Pada FIFA World Cup 2014, sejumlah anak perempuan yang berasal dari Favela da Paz, Brazil ditemukan sedang dibawa oleh pengedar narkoba dengan bus untuk dieksploitasi secara seksual (https://www.news.com.au/). Mirisnya, korban ternyata tidak hanya berasal dari Brazil, tetapi juga berasal dari negara-negara lain. Data aduan melalui layanan telepon darurat, mengenai kasus kekerasan anak yang disediakan pemerintah Brazil mendapatkan 26% atau 124,000 jumlah laporan eksploitasi seksual anak (https://www.capitalfm.co.ke/business/2014/05/brazil-fights-sex-tourism-child-prostitution-ahead-of-world-cup/). Sementara itu, 10 anak berkebangsaan Nigeria berhasil ditemukan dan diamankan petugas sebelum diberangkatkan ke Rusia, anak-anak tersebut diduga akan diperdagangkan pada event FIFA World Cup 2018 di Rusia. (https://www.sportsvillagesquare.com/2018/06/13/prostitutes-invade-russia-for-fifa-world-cup/). Pada event olah raga tingkat regional, pengalaman serupa terjadi pada Asian Games 2014 di Korea Selatan, dimana telah terjadi 2 kasus pelecehan seksual, yang dilakukan oleh official team sebuah negara Timur Tengah dan seorang pesepakbola asal Timur Tengah.

Walaupun pelecehan seksual ini tidak dilakukan pada anak, namun kasus ini perlu mendapatkan perhatian dan catatan khusus pada penyelenggaraan Asian Games 2018 yang akan diadakan dari 18 Agustus hingga 2 September di Jakarta dan Palembang Indonesia.

Alasan mengapa Pemerintah Indonesia penting memberi perhatian pada fenomena eksploitasi seksual anak pada pagelaran event olah raga dunia dan regional, karena event tersebut selalu mendatangkan penonton baik itu wisatawan domestik maupun asing. Apalagi pada Asian Games kali ini pemerintah mengharapkan ada sekitar 170.000 wisatawan asing yang akan menonton, termasuk hampir 10.000 atlet dan official team. Dengan banyaknya wisatawan yang akan hadir menonton dan belajar dari pengalaman penyelenggaraan event olah raga tingkat dunia dan regional sebelumnya, maka angka kerentanan anak dieksploitasi secara seksual semakin tinggi. Sebagaimana yang dikatakan dalam artikel wearethorn.org, ‘…..because an increase in sports fans also brings an increase in illegal activity in the sex trade’. Wisatawan datang tidak hanya untuk meramaikan pertandingan olahraga, tetapi ada yang memanfaatkan melakukan eksploitasi seks anak. Contohnya pada FIFA World Cup 2014, seorang yang bekerja dibalik stadion sepak bola dan berpenghasilan 360 juta dolar mengeksploitasi seorang anak yang berusia 11 tahun (https://www.news.com.au/).

ECPAT adalah organisasi internasional yang berada di 92 negara, salah satunya di Indonesia (ECPAT Indonesia), berkomitmen mencegah dan menghapuskan eksploitasi seksual anak di Indonesia termasuk pada event Asian Games 2018. Oleh karena itu, ECPAT Indonesia berinisiatif bergandengan tangan dengan pemerintah yang diwakili oleh KPPPA dan KPAI untuk membuat gerakan pencegahan ini. Misi dari gerakan ini berupaya menjadikan Asian Games ramah anak, dengan mengkampanyekan kepada wisatawan bahwa ‘Kids Aren’t Souvenirs’. Tagline ‘Kids Aren’t Souvenirs’ bermakna seseorang yang membeli atau mengeksploitasi anak sama dengan menghancurkan masa depannya. Kampanye ini terinspirasi dari pesan yang ada di toko souvenir “jika anda memecahkannya maka anda harus membelinya”, pesan itu dibalik “Jika anda membelinya maka anda menghancurkannya”. Alat kampanye yang akan digunakan adalah souvenir berbentuk gantungan kunci berupa boneka anak, yang akan dipajang di toko souvenir di Bandara dan toko souvenir di tempat lainnya. Pesan kampanyenya “Jika anda membelinya maka anda menghancurkannya”, sehingga wisatawan yang akan membeli tidak diperbolehkan, namun petugas toko akan menjelaskan pesan dibalik kampanye tersebut. Selain toko souvenir, kampanye juga bekerjasama dengan Twitter dimana pesan yang disampaikan secara blast adalah “membeli seks anak adalah criminal, jadilah penonton olah raga yang bertanggungjawab dan tidak melakukan kekerasan seksual terhadap anak”. Kampanye ini juga akan didukung Facebook dan ECPAT Internasional serta 15 ECPAT di Asia.

Pesan penting yang di highlights oleh Ahmad Sofian adalah terkait dengan pelaku eksploitasi seksual anak yang tidak memiliki ciri khusus, yaitu: (1) orang yang memiliki perilaku menyimpang pada anak-anak, datang pada event Asian Games untuk tujuan melakukan eksploitasi seks pada anak. (2) orang yang tidak memiliki perilaku seks menyimpang tapi karena melihat sistem perlindungan hukum pada anak rendah maka Ia memanfaatkan event olah raga untuk melakukan sex tourism dan ketika ditawarkan prostitusi anak Ia tidak menolak.

Upaya pencegahan ini penting melibatkan private sector atau pengusaha hotel dan penginapan. Agar tidak memfasilitasi penggunaan anak sebagai prostitusi oleh wisatawan. Hotel harus menyajikan informasi dan melakukan pengawasan terhadap tamu hotel, serta harus ada kampanye yang dilakukan di hotel, sehingga tidak ada anak-anak Indonesia yang dibawa check-in. Selain hotel pengusaha travel juga berperan strategis, dimana kemungkinan wisatawan akan melakukan perjalanan ke tujuan wisata lainnya, pengusaha travel bisa membantu melakukan pengawasan dan sosialisasi untuk pencegahan eksploitasi seks anak. Terakhir, ECPAT Indonesia menghimbau agar KPPPA dan INASGOC mengupayakan special hotline untuk perlindungan anak, sehingga ketika ditemukan kasus eksploitasi seksual anak maka bisa langsung dilaporkan.

Agung Budi Santoso, dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, menyampaikan saat ini KPPPA melakukan upaya pencegahan melalui mengoptimalkan regulasi atau UU Perlindungan anak. KPPPA berusaha memberikan penjelasan kepada para pihak yang terlibat di Asian Games dan kementerian terkait agar melakukan upaya pencegahan eksploitasi seksual anak pada event Asian Games. Saat ini masyarakat bisa memanfaatkan pusat pengaduan masyarakat dan telephon sahabat anak yang disediakan oleh KPPPA. Untuk pengaduan diluar Jakarta, KPPPA bekerja sama dengan Pemerintah Daerah dan P2TP2A untuk pengaduan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, sehingga jika terjadi kasus di daerah, KPPPA menyarankan agar mengadu ke P2TP2A.

Catatan Penting dari Putu Elvina adalah KPAI akan melakukan pengawasan bagi pelaksanaan Asian Games agar ramah anak, memastikan bahwa pada event ini ada child safeguarding, dengan prinsip-prinsip nondiskriminasi pada anak (penonton maupun atlit anak), melakukan upaya khusus bagi anak, tempat tidur, tim anak, atlit anak, memastikan tidak ada buliing pada atlet anak, melibatkan anak dalam pengambilan keputusan, mendengarkan suara anak, serta perlu menjamin keberlangsungan pendidikan anak ketika anak terlibat dalam event Asian Games. KPAI juga akan melakukan mekanisme pemantauan dan monitoring dengan menyediakan pengaduan (hotline).

Dalam gerakan pencegahan ini, perlu raising awareness ke semua pihak, melalui kerjasama dengan Kementerian/lembaga, penyelenggara (INASGOC), pelaku usaha dan masyarakat, karena kepekaan masyarakat akan membantu mencegah terjadinya prostitusi anak.

ECPAT Indonesia

Narahubung: 
Dr. Ahmad Sofian,S.H, M.A (Koordinator Nasional ECPAT Indonesia)
0811-650-280

SHARE
Share on facebook
Share on twitter
Share on linkedin
Share on whatsapp
Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on linkedin
LinkedIn
Share on whatsapp
WhatsApp

Masukkan kata kunci pencarian...