Pendahuluan
Sejak Indonesia ikut meratifikasi KHA (konvensi hak anak) pada tahun 1990 maka sejak itu pulalah Indonesia mengakui bahwa anak memilki beberapa hak yang terdapat didalamnya. Khususnya masalah eksploitasi seksual komersial pada anak terdapat poin yang sangat menjelaskan, yakni mengnai pelanggaran bagi siapapun untuk melakukan aktivitas yang mengarah pada aktivitas eksploitasi seksual komersal pada anak. Kemudian dengan ikut sertanya negara Indonesia meratifikasi KHA berarti negara Indonesia memilki kewajiban untuk melakukan pelarangan bagi siapapun memasuli wilayah Indonesia yang memiliki aktivitas eksploitasi seksual komersial pada anak (ESKA). Selanjutnya pada tahun 1996 Indonesia terlibat dalam perumusan dan kesepakatan lagi dalam pertemuan di Stockholm, yang didalamnya melahirkan beberapa agenda yang memebreikan pijakan dasar bagi berbagai negara, lembaga internasional dan nasional dalam menentang ESKA. Selanjutnya, dalam aksi nasionalnya, Indonesia pada tahun 2002 menetapkan Undang Undang No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Eksploitasi seksual komersial terhadap anak didefinisikan sebagai kegiatan yang melibatkan anak laki-laki maupun perempuan, demi uang, keuntungan atau pertimbangan lain atau karena paksaan atau pengaruh orang dewasa, sendikat atau kelompok, terkait dengan hubungan seksual atau perilaku yang menimbulkan birahi.” Ada 3 kegiatan yang termasuk dalam kategori ESKA, adalah : Prostitusi anak, Perdagangan anak dan Pornografi anak.
Situasi Anak yang Dilacurkan di Surakarta
Dalam pengantar buku Anak Yang Dilacurkan Masa depan yang Tercampakkan, Mansur fakih mengatakan bahwa “ selain menghina martabat manusia, fakta tentang anak-anak yang dilacurkan adalah kejahatan kemanusiaan.” Kejahatan ini dilakukan secara sistemik dan kolektif, melibatkan keluarga, negara dan seluruh masyarakat. Kita semua secara sistemik terlibat dalam kejahatan ini, seandainya membiarkannya tetap berlangsung.
Anak yang dilacurkan tidak hanya berada di kota-kota besar, akan tetapi mereka juga ada di kota-kota kecil. Di Surakarta ini, (dahulu Kodya surakarta), keberadaan anak yang dilacurkan tidak hanya ada di kota Solo, akan tetapi juga berada di kabupaten-kabupaten disekitarnya.
Penelitian Yayasan KAKAK tahun 2000, berhasil menjangkau 50 anak yang dilacurkan. Ke-50 anak ini, 28 anak berasal dari Kota Solo, 11 anak dari Kabupaten Wonogiri, 5 anak dari Boyolali, 3 anak dari Sukoharjo dan 3 anak dari Klaten.
Dalam laporan Yayasan KAKAK periode 2000/2003, ada 152 anak yang dilacurkan yang sudah difasilitasi. Mereka tidak hanya anak perempuan, akan tetapi ada juga yang anak laki-laki. Asal wilayah anak-anak, tidak semua berasal dari kota Solo, akan tetapi berasal dari Eks Karisedenen Surakarta (sebagaimana lingkup kerja Yayasan KAKAK).
Mengapa anak-anak menjadi korban prostitusi, tentunya ada faktor-faktor yang mempengaruhinya. Dari pengamatan Yayasan KAKAK melalui klinik medis dan psikologis (1998), faktor-faktor yang mempengaruhi mengapa anak-anak menjadi korban prostitusi antara lain : kemiskinan dan dis harmonis keluarga. Faktor lain yang mempengaruhi, dari hasil pengamatan adalah perilaku konsumtif, pengalaman seksual dini, dan kekerasan seksual yang terjadi terhadap anak (pencabulan dan perkosaan) (Yayasan KAKAK 2000)
Berdasarkan hasil pemeriksaan medis, sebagian besar anak yang dilacurkan menderita penyakit menular seksual. Anak-anak juga mengkonsumsi minuman keras dan dan obat-obatan terlarang, biasanya sejenis pil ekstasi. Anak yang dilacurkan, juga sangat rentan menerima tindak kekerasan, baik secara seksual, fisik maupun non fisik, seperti dihina dan diejek.
Anak Korban Perdagangan untuk Tujuan Seksual
Perdagangan anak dengan jaringan sindikatnya memiliki bentuk dan tujuan yang beragam, seperti pola untuk tujuan seksual/prostitusi, untuk pembantu rumah tangga, untuk tenaga kerja wanita, untuk pengedar narkoba, untuk perkebunan, untuk bekerja di jermal, dll. Akan tetapi perdagangan anak senantiasa terdapat unsur merendahkan martabat manusia, merampas kebebasan individu dan bersifat penipuan, eksploitasi ekonomi maupun seksual.
Hingga kini data akurat tentang berapa persisnya, jumlah perempuan dan anak yang diperdagangkan setiap tahunnya sulit didapat. Hal ini disebabkan karena perdagangan perempuan dan anak dilakukan secara tertutup dengan transaksi-transaksi yang sulit diungkapkan. Namun, sebagai gambaran umum, Data PBB menyebutkan bahwa terdapat 150 juta orang diperdagangkan, dengan jumlah dana yang beredar sekitar 7 milyar dollar per tahun. Sedangkan di Indonesia, menurut Riza Zen dari Kepolisian, jumlah perempuan dan anak-anak yang diperdagangkan sekitar 700 ribu hingga 1 juta jiwa per tahun (Sayang, Mei 2002). Ibu Mentri Sri Rejeki Sumaryoto SH diharian Kompas, 7 Agustus 2002, mengindikasikan paling tidak 7000 kasus yang ditemukan pada tahun 2000. Ibu mentri juga menyatakan bahwa Indonesia juga termasuk dalam kategori yang mengkhawatirkan dalam masalah perdagangan manusia. Keuntungan milyaran dollar dari perdagangan anak dan perempuan ini mengorbankan perempuan dan anak.
Berita mengenai tertangkapnya oknum perdagangan anak di Bengkulu (SCTV, 8 Maret 2002), menunjukkan bahwa anak-anak dampingan Yayasan KAKAK sebanyak 6 orang ikut menjadi korban perdagangan anak tersebut. Menurut informasi, mereka dibawa oleh seseorang dan dijanjikan akan bekerja di Lampung, akan tetapi pada kenyataannya mereka dibawa ke lokalisasi Pulai Bai dan diserahkan ke seorang germo. Hal ini tidak hanya berlangsung satu kali, di lain waktu, anak-anak dampingan Yayasan KAKAK juga diperdagangkan ke Batam. Selain itu, ada juga anak dampingan KAKAK ke Pangkalan Bun, Kalimantan. Bahkan dalam kasus ini, seorang anak yang tadinya korban kemudian menjadi pelaku/trafficker.
Sampai saat ini, berdasarkan pendataan Yayasan KAKAK, jumlah anak yang menjadi korban perdagangan tidak hanya 6 anak, akan tetapi ada 20 anak. Hal ini mengindikasikan bahwa ada kemungkinan jumlah anak yang menjadi korban bisa lebih banyak (akan tetapi belum terdata/teridentifikasi).
Penanganan
Pola penanganan terhadap anak korban eksploitasi seksual harus bersikap hati-hati dan jangan sampai terjebak mengobyekkan anak-anak itu sendiri. Untuk itu, maka bagi siapapun dan lembaga apapun yang menangani, harus mempunyai perspektif anak dan yang terpenting adalah harus menetapkan tujuannya terlebih dahulu.
Dalam penanganan terhadap korban eksploitasi kekerasan seksual, upaya yang dilakukan Yayasan KAKAK adalah melakukan upaya pencegahan dan pemulihan, disamping itu melakukan kegiatan pendukung (penguatan) yang mendukung upaya perlindungan anak.
Pencegahan merupakan kegiatan yang paling penting yang dilakukan agar anak tidak menjadi korban ekploitasi seksual. Langkah-langkah pencegahan yang telah dilakukan Yayasan KAKAK dengan pendekatan langsung ke anak antara lain:
- Membangun kesadaran anak atas hak-hak mereka, mengenai kesehatan reproduksi, untuk tidak berperilaku konsumtif, melalui training dan diskusi kelompok
- Membangun kesadaran para orang tua anak, mengenai hak anak, resiko anak yang menjadi korban eksploitasi kekerasan seksual, mengenai kesehatan reproduksi dan pendidikan seksualitas, melalui diskusi kelompok.
- Pelayanan kesehatan, sekaligus dilakukan upaya penyadaran didalamnya
- Pelayanan Psikologis, sekaligus dilakukan upaya penyadaran didalamnya
- Membangun kesadaran masyarakat untuk melakukan pencegahan terhadap eksploitasi seksual terhadap anak, melalui kampanye, antara lain dialog interaktif di radio, media cetak, media seni teater, leaflet, poster, stiker, iklan layanan masyarakat.
Upaya pemulihan bagi anak korban eksploitasi seksual, memerlukan waktu yang panjang, biaya yang tidak sedikit, dan harus memperhatikan beberapa aspek agar prosesnya berlangsung dengan baik.
Upaya-upaya pemulihan yang sudah dilakukan Yayasan KAKAK, antara lain :
- Dengan memberi konseling atau konsultasi psikologis
- Dengan memberikan layanan medis
- Pemberian ketrampilan
- Membangun usaha bersama
- Terapi dengan media seni teater
Upaya lain yang dilakukan adalah melakukan penguatan. Penguatan ini dilakukan untuk mendukung upaya perlindungan anak terhadap eksploitasi seksual. Upaya yang dilakukan antara lain : ikut mengkritisi dan mendesak di tetapkannya Undang Undang Perlindungan Anak (sebelum ditetapkan), berjaringan dengan NGO nasional untuk melakukan monitoring pelaksanaan KHA, dan berjaringan dengan NGO lokal bersama dengan pemerintah untuk upaya perlindungan anak.
Penutup
Sudah ada beberapa aksi yang dilakukan untuk perlindungan anak terhadap eksploitasi seksual. Akan tetapi, seperti yang kita lihat bersama, eksploitasi seksual terhadap anak masih tetap ada, bahkan beberapa pihak mengatakan semakin meningkat. Untuk itu partisipasi semua pihak akan sangat diperlukan, dan harus diupayakan bagaimana antar pihak ini bisa melakukan upaya-upaya yang integreted dan saling mendukung (tidak berjalan sendiri-sendiri), dengan itikat bahwa kita semua ingin memberikan yang terbaik buat anak.
Makalah ini disampaikan dalam Seminar Kekerasan Perempuan dan Anak di Surakarta, Oktober 2003.
12 Feb 2007
Nining S. Muktamar
Yayasan KAKAK, Solo