Pertemuan Dengan Kemeneg PP

SHARE
Share on facebook
Share on twitter
Share on linkedin
Share on whatsapp
Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on linkedin
LinkedIn
Share on whatsapp
WhatsApp

Jumat, 4 Juli 2014, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak berkesempatan menerima kunjungan ECPAT Indonesia yang diterima oleh Deputi Perlindungan Anak Bapak Wahyu Hartono beserta jajarannya, dalam upaya menyampaikan beberapa yang perlu ditindak lanjuti oleh KPPPA sekaligus menawarkan kerjasama ke depan dalam penanggulangan Eksploitasi Seksual Anak.

Dalam kunjungan audiensi tersebut Ahmad Sofyan Koordinator Regional ECPAT Asia-Timur menjelaskan kelembagaan ECPAT Indonesia merupakan satu dari 88 negara yang menjadi anggota ECPAT internasional yang fokus pada penanganan Eksploitasi Seksual Anak, dimana ECPAT Indonesia bekerja pada 4 isu utama yakni Pelacuran Anak, pornografi anak, Perdagangan Seks Anak dan  Pariwisata Seks Anak.

Optional protokol dan harmonisasi undang-undang

Kedatangan ECPAT Indonesia ke KPPPA dalam rangka mengingatkan tugas pemerintah dan mempersiapkan laporan terkait ratifikasi optional protokol KHA tentang penjualan anak, prostitusi anak dan pornografi anak yang sudah disahkan dalam undang-undang no. 10 tahun 2012 dimana dua tahun setelah ratifikasi, pemerintah harus membuat laporan kepada komite hak anak dunia terhadap implementasi ratifikasi tersebut.Dimana dalam pelaporan tersebut negara harus dapat memastikan bahwa legislasi nasional kita ke depan sudah harus memiliki definisi tentang pelacuran anak sebagai tindak pidana. Sehingga orang yang membeli seks kepada anak bisa dipidana karena sudah masuk dalam tindak pidana. Negara yang sudah menerapkan undang-undang perlindungan anakseperti tersebut diatas adalah Ffiliphina dan Thailand.

Dalam optional protokol melalui UU No. 10 tahun 2012 dikenal adanya pidana restitusi dan kompensasi yang harus dibayarkan Pelaku kekerasan seksual dan eksploitasi seksual kepada korban, Restitusi merupakan pemberantan hukuman yang ditakuti oleh pelaku kejahatan seksual karena Restitusi tidak bisa diganti dengan pidana kurungan (badan), bila restitusi tidak berhasil diberikan maka kewajiban negara adalah memberikan kompensasi kepada korban. untuk itu negara dituntut untuk benar-benar serius menuntut pelaku untuk memberikan restitusi dan menjalankan perlindungan anak.Restitusi merupakan sebuah konsep justice for victim

KPPPA akan bekerjasama dengan ECPAT indonesia dalam mengharmonisasikan undang-undang perlindungan anak, sampai saat ini banyak peraturan perundang-undangan tentang perlindungan anak yang belum selaras, dan mengkonsep restitusi secara legal dan memasukkannya dalam amandemen Undang-undang agar restitusi tersebut dapat terimplementasi dalam revisi UU Perlindungan anak kedepan. Di dalam Undang-undang harus disebutkan tata cara bagaimana restitusi itu diatur. UU 11 tahun 2012 tentang sistem peradilan anak pada hukum acara juga menyebutkan restitusi didalamnya sehingga UU ini akan relevan dengan UU sistem peradilan anak. Sebagai contoh Filipina langsung menyebutkan restitusi ini dalam undang-undang perlindungan anaknya sebanyak 15 pasal yang ditulis dalam 1 bab secara khusus.

Kekerasan dan Kejahatan Seksual anak di Internet

Anak dan remaja banyak menjadi korban kekerasan seksual melalui pornografi, saat ini pemerintah belum mampu memberikan perlindungan bagi anak-anak kita dalam penggunaan internet. Masih banyak beredar situs-situs dewasa yang tidak sepatutnya di akses oleh anak-anak. Sebagian besar anak akan menjadi korban pornografi dan bahkan sebagian diantara akan menjadi objek pornografi. Maka diperlukan sekali upaya pemerintah dalam melindungi anak dari kejahatan seksual di Internet.

ECPAT Indonesia di tahun 2012 melakukan konferensi regional Asia Tenggara di Ancol tentang perlindungan anak dari kejahatan seksual di internet, Bapak Sutarman merupakan salah satu keynote speaker sebelum menjadi Kapolri. Jadi sebenarnya ECPAT sudah membuat formulasi secara khusus bagaimana mengatasi kejahatan baik anak sebagai pelaku di internet maupun sebagai korban. Kita bisa belajar dari Taiwan, termasuk negara liberal yang sukses namun mereka mampu melindungi anak anaknya dari kekerasan dan kejahatan seksual di intenet dimana 98% masyarakatnya paham internet, sehingga tidak menjadi kekhwatiran bagi anak dengan smartphonenya tidak bisa mengakses pornografi. Sementara Indonesia baru berapa persen saja sudah menjadi masalah, bagaimana jadinya generasi kita kedepan bila tidak siap dengan perkembangan teknologi yang akhirnya disalah gunakan.

Terkait Pernikahan dini

Saat ini ECPAT indonesia diminta sebagai saksi ahli dari sebuah organisasi yang akan melakukan yudisial review dari sebuah pasal undang-undang perkawinandi mahkamah konstitusi. karena bertentangan dengan undang-undang dasar, negara berkewajiban melindungi anak dari praktek-praktek kekerasan dan diskriminasi, jelas bahwa anak berusia di bawah 18 tahun, kenapa anak bisa menikah, itu logika hukumnya. Ditambah lagi banyak praktek pernikahan pada anak dilakukan untuk tujuan ekonomi bagi keluarganya. Saat ini undang-undang perkawinan belum terjadi harmonisasi dengan UU PA, maka perlu dilakukan kembali koordinasi dengan kementerian agama dan kementerian pendidikan.

Seputar Partisipasi Orang Muda

KPPPA dalam upaya penanggulangan dan pencegahan eksploitasi seks anak selama ini berfokus pada Konvensi hak anak melalui kampanye anti kekerasan anak dan pembentukan kota layak anak, dimana indikator-indikator penanganan dan pencegahan eksploitasis seks anak merupakan indikator kota layak anak. KPPPA juga memiliki kelompok-kelompok orang muda yang menjadi agent perubahan bagi masyarakat karena akan mampu menyarakan kepentingan anak pada pemerintah dan negara melalui pembentukan forum anak, yang saat ini sudah ada di 32 provinsi yang tersebar pada kabupaten dan kota dan KPPPA membuka kerjasama dengan ECPAT indonesia untuk membekali forum anak di jakarta dengan pengetahuan pencegahan Eksploitasi Seks Anak.

ECPAT Indonesia sendiri juga sudah berkomitmen dalam satu tahun kedepan akan melatih setidaknya 100 orang muda berusia 14 s.d. 24 tahun untuk menjadi perwakilan orang muda dalam menyuarakan suara orang muda menghentikan eksploitasi seks pada anak dan supaya orang dewasa tidak membeli seks pada anak.

Dari hasil pertemuan bersama KPPPA akan dijalin kerjasama dengan ECPAT terutama dalam mempersiapkan harmonisasi perundang-undangan Perlindungan Anak dan peran serta bersama dalam penanggulangan Eksploitasi Seks Anak melalui forum anak  yang berada di Jakarta.(AA)

SHARE
Share on facebook
Share on twitter
Share on linkedin
Share on whatsapp
Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on linkedin
LinkedIn
Share on whatsapp
WhatsApp

Masukkan kata kunci pencarian...