Permasalahan eksploitasi seksual anak online diindikasikan semakin merebak di masa pandemi COVID-19. NCMEC (National Center for Missing and Exploited Children) mencatat mereka menerima 4,2 juta laporan selama bulan April 2020 (Forbes, 2020). Jumlah ini meningkat dua juta dari laporan pada bulan Maret 2020. Survei temuan awal yang dilakukan oleh ECPAT Indonesia menunjukkan kerentanan anak terhadap eksploitasi seksual anak online di masa pandemi COVID-19. Melalui penyebaran survei online kepada 1203 responden anak, mereka mengatakan pernah mengalami 287 pengalaman buruk saat berinternet di masa pandemi ini. Bentuk-bentuk pengalaman buruk yang paling sering dialami meliputi dikirimi tulisan/pesan teks yang tidak sopan dan senonoh hingga dikirimi gambar/video yang menampilkan pornografi.
Merespon situasi ini, ECPAT Indonesia bekerja sama dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan anak dan Yayasan Sejiwa menyelenggarakan Webinar Teman Anak. Webinar ini bertujuan untuk memberikan penguatan bagi anak-anak agar lebih waspada saat berinteraksi dan memanfaatkan internet di masa Pandemi COVID-19.  Kegiatan ini melibatkan lebih dari 600 anak di empat lokasi secara online, yakni Provinsi Aceh, Banten, Bangka Belitung dan Nusa Tenggara Barat.
Kegiatan ini dilakukan sebanyak empat kali, yaitu tanggal 18, 25, 30 Juni dan sesi penutup pada tanggal 7 Juli 2020. Kegiatan ini dibagi ke dalam dua sesi, sesi pertama ECPAT indonesia menyampaikan tentang pengantar internet aman untuk anak, sedangkan sesi kedua membicarakan tentang tips-tips yang dapat dilakukan untuk mencegah risiko eksploitasi seksual anak di masa pandemi COVID-19. Pada sesi pertama, ECPAT Indonesia menyampaikan informasi tentang cara kerja Internet serta risiko yang membayanginya. ECPAT Indonesia memberikan penekanan salah satu bahaya yaitu eksploitasi seksual anak online. Ada banyak ragam bentuk eksploitasi seksual anak online meliputi sexting, grooming, live streaming untuk tujuan seksual, hingga sextortion. Semua risiko tersebut berisiko bagi anak dan perlu penanganan serius.
Penulis : Deden Ramadani