Setiap tanggal 27 September, dunia memperingati hari pariwisata. Sebuah peringatan yang seharusnya tidak hanya untuk diperingati, tetapi menjadi sebuah momen untuk merefleksikan kondisi pariwisata serta ekosistem sekitarnya. Khususnya di Indonesia, sejak beberapa tahun terakhir, juga dinilai sebagai salah satu dari 20 negara dengan pertumbuhan paling cepat di sektor pariwisata.
Pertumbuhan devisa pariwisata Indonesia dalam beberapa tahun terakhir mencapai 25,68%. Perolehan devisa negara dari sektor pariwisata sejak tahun 2016 telah berada di posisi kedua, yaitu sebanyak USD 13,568 miliar sedangkan CPO yang masih memegang peringkat pertama dengan perolehan devisa sebesar USD 15,965 (finance.detik.com). Diperkirakan pada tahun 2019, sektor pariwisata menjadi penyumbang utama devisa utama Indonesia. Peningkatan ini tentu saja salah satunya disebabkan karena meningkatnya jumlah wisatawan sejak 2014 sampai 2018, yang awalnya dari 9.4 juta menjadi 15.8 juta (indonesia.go.id). Tren kunjungan wisatawan ke Indonesia pada akhirnya tercatat cukup tinggi dan perlu diperhatikan juga dampak negatif didalamnya, khususnya terkait dengan perlindungan anak, yang mana anak dapat menjadi lebih rentan dalam mengalami eksploitasi secara seksual.
Berdasarkan pemantauan media yang telah dilakukan oleh ECPAT Indonesia pada kuartal awal 2019 lalu, ditemukan sebanyak 227 kasus yang membahayakan anak-anak, dan isu eksploitasi seksual pada anak masih marak terjadi hingga saat ini. Hampir 60% dari tindak eksploitasi seksual pada anak ini terjadi secara offline. Salah satu contohnya yaitu penemuan aksi penjualan 5 anak dibawah umur untuk tujuan seksual yang pada awal tahun ini ditemukan di Bali. Sebab tindak eksploitasi seksual pada anak tidak mengenal batasan geografis maupun sosial dan dapat terjadi di mana saja, baik secara online maupun offline. Sarana akomodasi, transportasi dan fasilitas-fasilitas lainnya yang berhubungan dengan pariwisata juga dapat disalahgunakan oleh oknum-oknum tertentu.
Dengan semakin maraknya tindak eksploitasi seksual anak di lingkungan pariwisata yang terus meningkat dari tahun ke tahun, ECPAT Indonesia bersama aliansi Down to Zero, terdorong untuk menjalin sinergi bersama dengan berbagai pemangku kepentingan, seperti pemerintah, lembaga masyarakat, dan pihak swasta dalam memerangi isu ini. Khususnya peranan sektor swasta mengingat mereka juga berkontribusi sebagai aktor penggerak perekonomian dan memiliki andil besar dalam melindungi anak dari situasi eksploitasi seksual.
Komitmen di dunia pariwisata dalam melindungi anak dari dampak pariwisata telah didukung sepenuhnya oleh UNWTO dalam panduannya mengenai Global Code of Ethics for Tourism. ECPAT Indonesia juga menyediakan wadah untuk berkomitmen bersama melalui kerjasama dalam pengaplikasian the Code of Conduct for the Protection of Children from Sexual Exploitation in Travel and Tourism. Selain itu, Program Wisata Pedesaan Ramah Anak juga merupakan salah satu solusi yang ditawarkan ECPAT Indonesia dalam menangani isu ESA.
Melalui kampanye Kids Aren’t Souvenirs, ECPAT Indonesia mendorong sektor swasta untuk turut serta dalam mencegah eksploitasi seksual anak, dengan: 1) meningkatkan kesadaran sektor swasta mengenai adanya fenomena isu ESA di dunia pariwisata; 2) membuat suatu kebijakan atau SOP mengenai penanganan isu ESA; dan 3) memberikan sosialisasi terhadap adanya isu ESA baik kepada internal maupun eksternal.
Selain beberapa cara diatas, bertepatan dengan peringatan Hari Pariwisata Dunia yang ke-39 ini ECPAT Indonesia bersama dengan Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) akan menjalin kerjasama dalam momentum Rapat Kerja Nasional yang akan diselenggarakan di bulan Oktober mendatang untuk memperkuat keterlibatan pihak swasta dalam turut serta melakukan upaya pencegahan eksploitasi seksual anak. Komitmen dengan GIPI ini tentu saja dapat terwujud berkat adanya kesepahaman akan pentingnya pemberantasan isu eksploitasi seksual pada anak yang sangat tentu saja berpotensi lebih besar untuk merugikan industri pariwisata Indonesia jika diteruskan. Dengan adanya jalinan kerjasama ini diharapkan industri-industri lain dalam bidang pariwisata akan dapat terdorong untuk saling bekerjasama dalam membantu menyukseskan industri pariwisata Indonesia bebas eksploitasi seksual pada anak.
Narahubung : Andy Ardian (0813 6156 3988)