JAKARTA – Hari Anak Universal merupakan suatu momen yang tepat untuk melihat dan merefleksikan pentingnya peranan sektor pariwisata guna memberantas dan membantu menekan angka terjadinya kasus eksploitasi seksual anak di Indonesia. World Economic Forum menyatakan bahwa daya saing pariwisata Indonesia di dunia telah naik menempati peringkat 40 dari yang sebelumnya pada tahun 2017 berada di peringkat ke-42. Selain itu, pariwisata Indonesia juga mendapatkan peringkat 40 dari 140 negara di dunia dan di Asia Tenggara sendiri, Indonesia menempati peringkat ke-4. Hal ini kemudian dapat diperkuat dengan pernyataan dari Kementerian Pariwisata mengenai data terbaru Kunjungan Wisatawan Mancanegara Bulanan Agustus 2019 yang meningkat 2,94% dari tahun sebelumnya. Semakin pesatnya perkembangan sektor pariwisata di Indonesia, tentu saja akan membawa banyak dampak positif bagi negara namun juga dapat membawa dampak negatif berupa ancaman-ancaman yang kemungkinan muncul di daerah pariwisata terutama bagi anak yang rentan dijadikan objek eksploitasi seksual di tempat – tempat pariwisata.
Berdasarkan penelitian ECPAT Indonesia tentang “Perlindungan Anak dari Kekerasan dan Eksploitasi Seksual di Daerah Tujuan Wisata” yang dilakukan ECPAT Indonesia di 6 Kabupaten/ Kota, menunjukkan bahwa 4 kab/kota diantaranya masih rentan terjadi kasus ESA (Eksploitasi Seksual Anak). Pada kuartal awal 2019 lalu, ditemukan sebanyak 277 kasus ESA dan 60% diantaranya terjadi secara offline. Salah satu contohnya yaitu penemuan aksi penjualan 5 anak dibawah umur untuk tujuan seksual. Sarana akomodasi, transportasi dan fasilitas-fasilitas lainnya yang berhubungan dengan pariwisata juga dapat disalahgunakan oleh oknum-oknum tertentu. Oleh karena itu, urgensi untuk melakukan upaya perlindungan anak terutama dari situasi eksploitasi seksual menjadi penting dilakukan untuk menciptakan pariwisata yang berkelanjutan. Kasus kasus kekerasan dan eksploitasi seksual anak, kerap ditemukan di destinasi wisata dan masih belum teratasi dgn baik.
Dalam mengatasi kasus-kasus ESA, tentu saja keterlibatan berbagai pihak yang ada di sektor pariwisata, khususnya pemerintah dan pihak swasta menjadi penting karena dapat ikut berkontribusi dalam melindungi dan mendukung kegiatan perlindungan anak dari eksploitasi seksual anak demi menciptakan kondisi pariwisata yang berkelanjutan di Indonesia. Berbagai regulasi sudah disusun oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif dalam menghapus eksploitasi seksual anak, seperti Pedoman Pencegahan Eksploitasi Seksual Anak di Lingkungan Pariwisata yang tertulis dalam PM.30/HK.201/MKP/2010 dan Peraturan Pariwisata Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2016 tentang Pedoman Destinasi Pariwisata Bekerlanjutan. Serta hal ini juga tercantum dalam Instruksi Presiden Republik Indonesia No. 5 Tahun 2014 tentang Gerakan Nasional Anti Kejahatan Seksual terhadap Anak. Kolaborasi serupa juga pernah dilakukan antara ECPAT dengan ACCOR Group yang menjadi salah satu anggota
Selain itu, “The Code” sebuah inisiatif antar pemangku kebijakan untuk menciptakan pariwisata yang berkelanjutan dengan melakukan perlindungan anak dari situasi eksploitasi seksual di sektor swasta. Dalam rangka Hari Anak Universal ini, ECPAT Indonesia bersama dengan Gabungan Industri Pariwisata Indonesia berinisiatif untuk menyelenggarakan sebuah kegiatan dengan judul ‘GIPI Talk: Ciptakan Pariwisata Berkelanjutan yang Melindungi Anak’ dengan tujuan untuk menciptakan ruang diskusi antar pemangku kebijakan untuk saling berdialog dalam membangun pariwisata yang berkelanjutan.
Informasi selanjutnya :
Safira +62 853-1189-9889 (WA)
021 2503 4840