Pers Release “Suara Anak Indonesia”
Jakarta, 29 Juli 2023
Pandemi COVID-19 seolah memaksa anak-anak terbiasa menggunakan platform digital dalam berbagai aktifitas, mulai dari bermain, belajar dan berkomunikasi dengan teman-teman melalui media sosial dan instant messaging.
Namun kami anak-anak menyadari bahwa dunia digital memiliki 2 konsekuansi yaitu dampak positif dan negatif. Dampak positif perkembangan dunia digital bagi anak adalah memberikan akses untuk menjalin pertemanan dan sahabat sebanyak mungkin melalui interaksi didunia digital dan mempermudah mencari informasi dan bahan pelajaran.
Dampak negatifnya adalah karena minim pengetahuan anak akan literasi digital, kami rentan menjadi sasaran penipuan, yang menyebabkan stres, kecemasan, merusak kepercayaan diri anak. Dampak negatif lainnya adalah kecanduan gadget, penyalahgunaan dan pencurian data pribadi anak, radiasi, ujaran kebencian, flexing, perundungan, anak terpapar pornografi, iklan yang bermuatan pornografi, pandangan atau perspektif media dalam merepresentasikan anak di dunia digital. Anak juga rentan mengalami Eksploitasi Seksual Anak (ESA) online seperti grooming online untuk tujuan seksual, sexting, sextortion dan live streaming.
Meskipun telah menjadi korban, banyak anak-anak yang malu dan takut melaporkan pada pihak berwajib dan orang-orang di sekitarnya, Hal ini karena kami takut dengan ancaman-ancaman pelaku, selain itu, kami juga takut oleh adanya stigma negatif yang akan dilekatkan kepada kami. Pengalaman kami ini sesuai dengan hasil riset disrupting harm yang dilakukan oleh ECPAT Internasional, UNICEF dan Interpol yang menyebutkan 56% anak-anak tidak berani menceritakan atau melaporkan kejadian yang mereka alami selama berselancar di dunia digital.
Mengacu pada Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, anak memiliki hak untuk memperoleh pengetahuan positif dalam pesatnya perkembangan informasi. Oleh karena itu kami yang berasal dari 8 wilayah di Indonesia (Bangka Belitung, Bandung, Tangerang, Ambon, Surabaya, dan Medan) mewakili anak-anak Indonesia mengungkapkan keresahan kami melalui Konferensi Pers “Suara Anak Indonesia”, untuk sebuah perubahan kebijakan dan kesadaran masyarakat tentang masalah yang dihadapi oleh anak-anak di dunia digital.
Untuk itu, kami menyuarakan aspirasi kami, sebagai solusi perubahan atas situasi kerentanan anak di dunia digital dan keselamatan di ranah daring, yang ditujukan untuk pihak-pihak terkait seperti pemerintah, sektor swasta, media, masyarakat dan anak-anak Indonesia untuk:
1. Menciptakan lingkungan positif dan aman bagi anak ketika berselancar di internet ;
2. Memberikan akses dan kesempatan pada anak-anak Indonesia untuk berpartisipasi aktif menyuarakan ide, gagasan, pandangan atau perspekltif serta pengalaman-pengalamannya dalam upaya perlindungan anak, baik di tingkat Nasional, Provinsi, Kabupaten/Kota hingga tingkat Desa;
3. Memperkuat pengetahuan dan keahlian anak Indonesia untuk berdaya menjadi Pelopor dan Pelapor atas situasi kerentanan anak di dunia digital;
4. Memasukkan materi literasi digital, pendidikan seks dan kesehatan reproduksi sebagai bagian dari kurikulum pendidikan di Indonesia;
5. Media dan platform digital membuat kode etik untuk menghormati dan melindungi keamanan data pribadi anak;
6. Pola asuh yang benar dalam mencegah ESA online, adiksi gawai dan informasi hoax;
7. Mensosialisasikan informasi tempat-tempat/hotline pelaporan jika terjadi ESA online, adiksi gawai, perundungan dll;
8. Memperketat perijinan dan membatasi waktu berselancar media sosial;
9. Training literasi digital bagi orang tua, termasuk peningkatan keahlian menggunakan gadget dan penguasaan terhadap fitur-fitur keamanan bagi anak di dunia digital;
10. Merubah pola edukasi yang sebelumnya dari orang dewasa kepada anak, menjadi dari anak kepada anak, dengan menciptakan kader-kader muda usia anak untuk menyalurkan informasi pada teman sebaya, sehingga ada program pencegahan, konseling dan rasa aman bagi korban dari teman sebaya; dan
11. Memperkuat regulasi, dengan membatasi iklan-iklan yang bermuatan pornografi pada gawai agar lebih ramah anak.