Diskusi Hasil Penelitian tentang Kekerasan Seksual terhadap Anak Perempuan di ASEAN

SHARE
Share on facebook
Share on twitter
Share on linkedin
Share on whatsapp
Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on linkedin
LinkedIn
Share on whatsapp
WhatsApp

Pada tanggal 10 Oktober 2017, ECPAT Indonesia menghadiri kegiatan yang diselenggarakan oleh Kalyanamitra tentang diskusi hasil penelitian kekerasan seksual terhadap anak perempuan di ASEAN. Acara yang diselenggarakan Hotel Aone turut mengundang berbagai perwakilan dari lembaga perempuan dan anak di Indonesia.

Kegiatan ini berisikan paparan hasil penelitian tentang berbagai bentuk kekerasan seksual terhadap anak perempuan di berbagai negara di ASEAN. Aspek-aspek yang diteliti meliputi masalah-masalah yang dihadapi anak perempuan di ASEAN dalam aspek kebijakan dan landasan hukum, perjanjian internasional serta masalah-masalah lainnya.

Temuan dalam penelitian ini menyebutkan bahwa dalam kerangka kebijakan di berbagai negara di ASEAN, seringkali anak perempuan belum mendapatkan definisi yang spesifik di dalam peraturan perundang-undangan. Beberapa peraturan yang ada masih menggeneralisir definisi anak secara khusus tanpa membuat aturan yg spesifik untuk anak perempuan. Hal ini menjadi perhatian karena anak perempuan merupakan kelompok yang paling rentan dalam terjadinya kekerasan seksual. Secara struktur sosial di masyarakat, stigma terhadap anak perempuan yang mengalami kekerasan seksual masih cukup kuat. Oleh karena, kebijakan dan kerangka peraturan perundang-undangan yang melindungi anak perempuan secara spesifik dari kekerasan seksual penting untuk dibuat.

Terkait hal ini, ECPAT Indonesia memberikan masukan terkait luputnya memasukan Protokol Opsional tentang Perdagangan anak, Prostitusi Anak dan Pornografi Anak dalam tinjauan dan analisis kebijakan di level ASEAN. Hal ini patut ditinjau mengingat beberapa negara di ASEAN sudah melakukan ratifikasi terhadap protokol opsional ini. Untuk di Indonesia, Pemerintah Indonesia telah melakukan ratifikasi melalui Undang-Undang Nomor 10 tahun 2012. Sayangnya, hingga saat ini belum ada laporan Pemerintah Indonesia terkait implementasi protokol opsional ini.

Berdasarkan hasil diskusi bersama, tim peneliti menyepakati untuk merevisi kembali laporan penelitian dan membawa temuan hasil penelitian ini kepada kementerian dan lembaga terkait. Hal ini agar ada tindak lanjut yang lebih konkret berdasarkan hasil penelitian ini dalam bentuk kebijakan dan program pemerintah.

Penulis

Deden Ramadani

(Koordinator Riset ECPAT Indonesia)

 

SHARE
Share on facebook
Share on twitter
Share on linkedin
Share on whatsapp
Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on linkedin
LinkedIn
Share on whatsapp
WhatsApp

Masukkan kata kunci pencarian...